Advertisement
Fenomena 'Stop Izin FPI' Makin Kencang, FPI Harus Hilangkan Kesan Sangar
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Penolakan lewat petisi bertajuk 'Stop ijin FPI' telah ditandatangani nyaris 300.000 orang, menyusul adanya informasi viral bahwa izin FPI akan berakhir pada 20 Juni 2019. Wacana agar izin ormas FPI tidak diperpanjang oleh Kementerian Dalam Negeri pun kian berhembus kencang.
Pengamat Sosial Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno berpendapat, fenomena ini merupakan konsekuensi atas citra negarif FPI yang telanjur mengakar di masyarakat.
Advertisement
Padahal, bagaimana pun FPI juga punya sisi positif, misalnya divisi kemasyarakatan mereka yang selalu tanggap membantu ketika ada bencana alam, di samping aksi-aksi politiknya yang kontroversial.
"Yang perlu diperbaiki kesan 'sangar' FPI yang selama ini melekat. Kan kesan itu yang selalu disematkan ke FPI misalnya seperti aktivitas melakukan sweeping jalanan yang kerap meresahkan," jelas Adi kepada Bisnis, Kamis (9/5/2019).
"Meski sudah jarang melihat FPI sweeping, tapi kesan itu masih membekas. Artinya, secara perlahan stigma semacam ini harus dihilangkan dengan memperbanyak aktivitas sosial kemasyarakatan," tambahnya.
Sebab itulah, menurut Adi, apabila FPI kembali diberi kesempatan memperpanjang izin ormas yang teregistrasi dengan nomor SKT 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 ini, FPI mesti mengagendakan perbaikan internal.
Terlebih, kini muncul ketentuan baru dalam UU 16/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang memuat mekanisme pembubaran ormas yang tidak lagi melalui pengadilan.
FPI bisa terganjal dengan regulasi tersebut, sebab di dalamnya menyebutkan omas dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), penistaan agama, mengganggu ketertiban umum, hingga melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum.
"Agresifitas verbal yang kerap menyalahkan bahkan mengkafirkan orang lain sejatinya dihilangkan. Soal kafir mengkafirkan biar urusan Tuhan, manusia cukup berikhtiar melakukan kebaikan di muka bumi," tambah tambah pria yang juga Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini.
"Hidup di tengah masyarakat plural yang tidak berdasarkan hukum agama, mengkafirkan orang lain tentu menjadi problem serius yang bisa memancing hubungan tak harmonis dengan pihak lain," tutup Adi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Aturan Baru Haji, Pemerintah Arab Saudi Larang Semua Orang Masuk Makkah Tanpa Izin, Termasuk Penduduk Setempat
- Peringatan Hari Buruh 2024, Buruh Tuntut Penghapusan Upah Murah hingga Pencabutan UU Cipta Kerja
- Hakim MK Ragukan Keaslian Tanda Tangan Ketum PKN Anas Urbaningrum di Kasus Sengketa Pileg 2024
- Kasus Polisi Bunuh Diri di Jaksel, Kapolresta Manado Diperiksa Polda Sulawesi Utara
- Pengadilan Kriminal Internasional Dikabarkan Mengincar Netanyahu, Israel Panik
Advertisement
Info Stok dan Jadwal Donor Darah di Jogja Hari Ini Senin, 6 Mei 2024
Advertisement
Piknik dan Camping di Nawang Jagad Kaliurang: Info Lokasi, Jam Buka, dan Biaya Tiket Masuk
Advertisement
Berita Populer
- Jokowi Bersepeda di Jalan Sudirman-Thamrin Minggu Pagi
- Basarnas Kerahkan 5 Unit Tim SAR Cari Korban Hilang Akibat Banjir Luwu
- Presiden Ukraina Zelensky Masuk Daftar Buronan Rusia
- Gobel Minta Jepang Ajari Smart Farming kepada Petani Muda Indonesia
- 219 Orang Tewas dan Ratusan Terluka Akibat Banjir di Kenya
- Hamas Dikabarkan Sepakat Bebaskan 33 Warga Israel
- Aturan Baru Haji, Pemerintah Arab Saudi Larang Semua Orang Masuk Makkah Tanpa Izin, Termasuk Penduduk Setempat
Advertisement
Advertisement