Advertisement
Menteri Yohana Ingin Batasan Usia Perkawinan Segera Dinaikkan Jadi 19 Tahun
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Revisi RUU Perkawinan terutama soal usia minimal menikah diharapkan dapat segera diselesaikan. Hal itu diungkapkan Menteri Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise.
"Sekarang sedang dalam proses, kami berupaya agar revisi UU No.1 Tahun 1974 ini bisa diselesaikan dalam waktu dekat," kata Yohana saat ditemui di Jakarta, Jumat (19/7/2019).
Advertisement
Dia mengatakan revisi tersebut menyangkut angka minimal usia perkawinan, Kementerian PPPA meminta angka tersebut dinaikkan dari minimal 18 tahun menjadi 19 tahun.
Angka tersebut, kata Yohana sesuai dengan UU Perlindungan Anak yang menyatakan usia anak adalah hingga 18 tahun.
Pembatasan usia tersebut ditetapkan untuk mencegah maraknya praktik pernikahan usia anak.
Sebelumnya Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bukan hanya untuk menaikkan usia perkawinan, melainkan banyak variabel lain untuk melindungi anak.
"Revisi Undang-Undang Perkawinan merupakan salah satu upaya agar anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga menjadi generasi yang bisa bersaing saat Indonesia Emas 2045," kata Lenny.
Menaikkan usia perkawinan untuk mencegah perkawinan anak mencakup beberapa aspek yang ujungnya adalah kesejahteraan mereka secara keseluruhan.
Dari aspek kesehatan, perkawinan anak akan berisiko menimbulkan komplikasi medis karena seorang anak harus hamil dan melahirkan, seperti gangguan kehamilan hingga kematian ibu dan bayi, kekurangan gizi, anak kerdil, serta gangguan kesehatan mental ibu yang masih anak-anak.
"Dari aspek pendidikan, anak yang dikawinkan akan putus sekolah. Karena itu, untuk mendukung wajib belajar 12 tahun, setidaknya seseorang harus berusia 18 tahun ke atas untuk menikah," tutur Lenny.
Karena berpendidikan rendah, anak yang dikawinkan akhirnya harus bekerja di sektor informal untuk menghidupi keluarganya. Menurut Lenny, terdapat beberapa masalah dalam hal itu, yaitu pekerja anak, serta kompetensi yang rendah yang akhirnya berpenghasilan rendah.
"Karena kompetensinya dan penghasilannya rendah, akhirnya kesejahteraan keluarganya menjadi tidak terpenuhi. Pada akhirnya akan berujung pada kemiskinan," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Viral Aksi Pembubaran Ibadah Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang, Ini Kata SETARA Institute
- Kim Jong Un Ulang Tahun, Warga Korea Utara Diminta Ucapkan Sumpah Setia
- Aturan Baru Haji, Pemerintah Arab Saudi Larang Semua Orang Masuk Makkah Tanpa Izin, Termasuk Penduduk Setempat
- Peringatan Hari Buruh 2024, Buruh Tuntut Penghapusan Upah Murah hingga Pencabutan UU Cipta Kerja
- Hakim MK Ragukan Keaslian Tanda Tangan Ketum PKN Anas Urbaningrum di Kasus Sengketa Pileg 2024
Advertisement
Advertisement
Piknik dan Camping di Nawang Jagad Kaliurang: Info Lokasi, Jam Buka, dan Biaya Tiket Masuk
Advertisement
Berita Populer
- Mantan Hakim Agung Gazalba Saleh Gunakan KTP Orang Lain untuk Pencucian Uang Rp25,9 Miliar
- Eks Kepala Bea Cukai Jogja Eko Darmanto Diduga Lakukan Pencucian Uang Capai Rp37,7 Miliar
- Muhadjir Sebut Jokowi Perintahkan Para Menteri untuk Bangun Rest Area Lebih Banyak
- Viral Bocah Menangis Kelaparan Minta Makan, Malah Dicaci Maki Ibunya
- Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp200 Juta, SYL Pakai Duit Pinjaman Vendor Kementan
- Bappenas Sebut Telah Masukkan Program Makan Siang Gratis ke Dalam RKP 2025
- KPK Sebut Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Penuhi Panggilan Penyidik Harri Ini
Advertisement
Advertisement