Advertisement
Akademisi: RUU PKS Tak Bertentangan dengan Agama dan Moral
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA- Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dinilai tak bertentangan dengan agama, moral dan lainnya. Hal itu disampaikan akademisi sekaligus pegiat perempuan Yulianti.
"Justru pelaku kekerasan seksual lah yang seharusnya ditakuti dan bila tidak segera disahkan maka predator seksual akan bebas mencari korban-korban berikutnya," kata Yulianti melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (14/9/2019).
Advertisement
Dia mengatakan Kongres Ulama Perempuan Indonesia bahkan telah membuat draft khusus untuk menjelaskan bahwa RUU P-KS tersebut tidak melawan norma agama. Sayangnya, DPR tidak mempedulikan masukan komprehensif kajian para ulama Islam tersebut.
Dia yang juga masuk dalam Gerakan Masyarakat Sipil untuk sahkan RUU PKS mengatakan penolakan, penundaan, penghasutan atau fitnah dan penghinaan terhadap pengesahan RUU P-KS sesungguhnya telah mempermainkan dan menyakiti perasaan seluruh korban di seluruh Indonesia yang menjadi bagian dari kontribusi atas terbentuknya rancangan Undang-Undang tersebut.
Tak hanya itu pengabaian terhadap klarifikasi dan penolakan melakukan dialog atas penyebaran informasi tentang RUU P-KS yang dimaknai secara negatif dan dimaknai dengan salah dan fatal, menunjukkan tidak adanya keinginan politik dan menunjukkan sebagai cara-cara politik yang menghasut kepentingan korban.
"Pengabaian dan penolakan menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah dikuasai oleh sekelompok orang yang ingin mempertahankan “budaya perkosaan," dan justru melanggengkan para pelaku kejahatan seksual serta sama sekali tidak berempati pada korban," kata dia.
Tak hanya itu ditundanya pembahasan dan pengesahan menunjukkan bahwa para wakil rakyat terutama Komisi VIII (Anggota Panja) yang menolak atau diam, tidak memiliki perasaan tentang keadilan korban, mempermainkan, menganggap remeh dan bermain-main politik untuk kepentingan dirinya sendiri.
"Bangsa Indonesia justru saat ini terancam, dan dikuasai oleh orang-orang yang membela pemerkosa atau pelaku kekerasan seksual, dan menganggap enteng kekerasan seksual yang terjadi pada korban, dengan mempercayai hasutan-hasutan yang telah digiring untuk memberikan stigma buruk pada rancangan undang-undang tersebut," kata diam.
Dia menilai para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pejabat negara, seharusnya menjadi pembela masyarakat yang mengalami kekerasan seksual, membuka dialog bila ada perbedaan pendapat, mengecek ulang kembali seluruh RUU yang mudah diakses, sebelum membuat pernyataan.
Dia mengatakan gerakan masyarakat meminta DPR untuk segera membahas DIM (Daftar Inventarisir Masalah) RUU dan membentuk tim perumus, guna memastikan pembahasan RUU ini dapat berakhir dengan pengesahan pada September 2019 sesuai jadwal.
DPR juga diminta untuk segera mengesahkan RUU PKS yang memastikan jaminan perlindungan korban melalui ketentuan pemidanaan pelaku, hukum acara pidana khusus penanganan kasus, perlindungan dan pemulihan hak korban.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Perhatikan! Per 1 Mei 2024 Pengajuan Berkas Kasasi dan PK di MA Wajib Daring
- Pelatih Shin Tae-yong Diusulkan Dapat Gelar Kehormatan Warga Negara Indonesia
- Golkar Targetkan Kemenangan Pilkada 2024 di Atas 70%
- Mayat Perempuan Ditemukan di Dalam Koper dengan Kondisi Penuh Luka di Cikarang
- Pascaputusan MK dan Penetapan KPU, Mungkin Akan Ada Susunan Koalisi Baru Prabowo-Gibran
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- PKB dan NasDem Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Anies Bilang Begini
- Keluarga Polisi yang Ditemukan Tewas dengan Luka Tembak Datangi TKP untuk Lihat CCTV
- Pascaputusan MK dan Penetapan KPU, Mungkin Akan Ada Susunan Koalisi Baru Prabowo-Gibran
- Airlangga Jadi Ketua Pelaksana Tim Nasional OECD dengan Empat Tugas Ini
- Puncak Musim Kemarau Diprediksi Juli-Agustus, Soal El Nino Ini Kata BMKG
- Ramai Parpol Berkoalisi, Pengamat Sebut Oposisi Tetap Diperlukan untuk Awasi Kinerja Pemerintah
- PDIP Kembali Tegaskan untuk Tentukan Sikap Berkoalisi atau Oposisi saat Rakernas 26 Mei
Advertisement
Advertisement