Advertisement
RUU KUHP: Pemerintah Sebut Penyebar Berita Bohong Bisa Dipidana kalau Timbul Keonaran Besar
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA- Salah satu poin kontroversi dalam RUU KUHP yakni mengenai jeratan pidana pada penyebar berita hoaks,
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly mengatakan bahwa pemidanaan terkait penyiaran berita bohong dan berita tidak pasti dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bisa diterapkan jika seseorang menimbulkan keonaran yang besar.
Advertisement
"Dia harus menimbulkan akibat yang besar, dampak yang besar," ujar Menkumham Yasonna Laoly di Jakarta, Jumat (20/9/2019).
Hal itu disampaikannya dalam temu pers menjawab pertanyaan terkait bagaimana pasal tersebut dikenakan terhadap orang yang memberikan pandangannya kepada pers.
Pemidanaan itu, menurut Yasonna, jika kabar tidak pasti dan kabar bohong dari orang yang memberikan pandangan itu menimbulkan suatu kericuhan dan kerusuhan.
Namun, pemidanaan tidak dapat dikenakan kepada pers yang memberitakan pandangan tersebut karena yang berlaku adalah UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 sebagai hukum yang berlaku khusus (lex specialist).
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Muladi menambahkan bahwa pasal-pasal terkait penyiaran berita bohong dalam RKUHP sebelumnya sudah diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Guru besar yang menjadi salah satu tim ahli yang menyusun RKUHP itu mengakui bahwa pasal yang terdapat dalam RKUHP sebenarnya adalah peraturan yang diambil dari Undang-Undang yang berlaku pascakemerdekaan tersebut.
"Waktu geger Pemilu kan dipakai pasal itu, kami perbaiki perumusannya RKUHP dari temuan atas itu," ujar Muladi di Jakarta.
Sebelumnya, Menkumham berpendapat bahwa semangat yang dibawa dalam perumusan RKUHP adalah semangat dekolonisasi, seperti yang dikatakan Yasonna usai pembahasan tingkat I di ruang rapat komisi III DPR RI.
Sedangkan, UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana tersebut terbit dengan pertimbangan bahwa saat itu negara belum dapat membentuk sebuah Undang-Undang Pidana yang baru sehingga menggunakan hukum pidana yang sudah ada sejak zaman penjajahan dengan disesuaikan dengan keadaan.
Maka, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru menjadi acuan dari UU Nomor 1 Tahun 1946 yang berlaku pascakolonialisme itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
- 66 Pegawai KPK Pelaku Pungutan Liar di Rumah Tahanan Dipecat
- Wapres Maruf Amin Sebut Tak Perlu Ada Tim Transisi ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
Advertisement
Muncul Wacana Pilihan Lurah di Gunungkidul Tahun Depan Digelar Dua Kali
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Jusuf Kalla Ingatkan Prabowo Pentingnya Oposisi
- Surya Paloh Temui Prabowo di Kartanegara
- Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng
- BKKBN-TNI AD Kolaborasi Membangun Sumber Air Bersih Guna Turunkan Stunting
- Penetapan Caleg Terpilih di DIY Menunggu BRPK Mahkamah Konsitusi
- Surya Paloh Enggan Jadi Oposisi dan Pilih Gabung Prabowo, Ini Alasannya
- Izin Tinggal Peralihan Jembatani Proses Transisi Izin Tinggal WNA di RI
Advertisement
Advertisement