Advertisement
BKPM Sebut Petugas Pajak Arogan Menghambat Investasi
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Perilaku petugas pajak yang semena-mena disebut sebagai salah satu penyebab menurunnya daya saing Indonesia dalam kompetisi memperebutkan investasi asing.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, banyak masukan yang diterimanya dari para investor di mana para petugas pajak seringkali meminta perusahaan atau investor untuk membayar pajak terlebih dahulu.
Advertisement
Meski tidak sesuai, lanjut Lembong, petugas pajak bertindak seolah tidak mengenal kompromi. Jika ada keberatan, petugas pajak menyarankan investor untuk mengajukan keberatannya ke Pengadilan Pajak.
"Sementara proses di Pengadilan Pajak bisa memakan bertahun-tahun," kata Lembong melalui Podcast yang dikutip JIBI/Bisnis, Minggu (6/10/2019).
Dalam catatan JIBI/Bisnis, jumlah sengketa perpajakan yang diajukan ke Pengadilan Pajak sebanyak 11.436 atau naik 19% dibandingkan dengan tahun lalu sebanyak 9.579.
Namun demikian, kenaikan jumlah sengketa ini tidak sebanding dengan kecepatan penyelesaian sengketa di lembaga yudikatif di bawah Kemenkeu tersebut.
Akhir 2018 misalnya, jumlah sengketa yang diselesaikan Pengadilan Pajak hanya 9.963 kasus atau justru turun 12,7% dari 2017 sebanyak 11.231 kasus.
Kinerja penyelesaian sengketa itu hanya 87,1% dari total sengketa yang ditangani selama 2018 atau lebih rendah dari 2017 yang bisa mencapai 117,2% (mencakup sengketa yang mengendap tahun-tahun sebelumnya).
"Bagaimanapun juga meski ada berbagai macam perbaikan, keluhan mengenai perilaku petugas pajak yang semena-mena [masih terjadi]," jelas Lembong.
Lembong juga menjelaskan bahwa pemerintah yang sedang menghadapi sejumlah persoalan serius untuk menarik investasi asing, terus melakukan reformasi dan berbagai macam terobosan untuk meningkatkan daya saing.
Pemerintah juga telah menginventaris empat persoalan lainnya (selain perpajakan) yang menjadi penyebab kekalahan Indonesia dalam kompetisi memperebutkan investasi asing dari negara tetangga lainnya.
Pertama, persoalan mencakup kesemrawutan regulasi, peraturan yang berlebihan, serta abu-abu atau timpang rindih. "Semua aturan ini mewajibkan syarat atau izin yang kemudian menjadi beban pelaku usaha," ujar Lembong.
Kedua, kepastian mengenai akuisisi lahan untuk membangun pabrik atau investasi lainnya. Ketiga, masalah tenaga kerja. Keempat, dominasi BUMN.
"BUMN over dominan, semakin banyak kegiatan usaha yang tadinya di swasta sekarang diambil oleh BUMN," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Aturan Baru Haji, Pemerintah Arab Saudi Larang Semua Orang Masuk Makkah Tanpa Izin, Termasuk Penduduk Setempat
- Peringatan Hari Buruh 2024, Buruh Tuntut Penghapusan Upah Murah hingga Pencabutan UU Cipta Kerja
- Hakim MK Ragukan Keaslian Tanda Tangan Ketum PKN Anas Urbaningrum di Kasus Sengketa Pileg 2024
- Kasus Polisi Bunuh Diri di Jaksel, Kapolresta Manado Diperiksa Polda Sulawesi Utara
- Pengadilan Kriminal Internasional Dikabarkan Mengincar Netanyahu, Israel Panik
Advertisement
Manfaatkan Sampah Rumah Tangga, Kelurahan Cokrodiningratan Latih Warga Bikin Kompos dengan Biopori
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- BMKG: Hari Ini Sebagian Besar Wilayah Indonesia Cerah!
- Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Kementerian PPPA: Jika Depresi Segera Cari Bantuan Profesional
- Menlu Retno Soroti Kesenjangan Pembangunan Negara Anggota OKI
- Aparat Indonesia Tangkap 2 Kapal Vietnam saat Curi Ikan di Perairan Natuna
- Terdampak Erupsi Gunung Raung, Bandara Samratulangi Mulai Beroperasi Normal
- Jokowi Bersepeda di Jalan Sudirman-Thamrin Minggu Pagi
- Basarnas Kerahkan 5 Unit Tim SAR Cari Korban Hilang Akibat Banjir Luwu
Advertisement
Advertisement