Advertisement
Berani Lockdown, Fadli Minta Desak Jokowi Tiru Nyali Kepala Daerah
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Pemerintah tidak perlu menunggu Peraturan Pemerintah (PP) dalam menetapkan status karantina wilayah atau yang kini lebih dikenal dengan istilah lockdown. Hal tersebut disampaikan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon.
Menurut Fadli, pemberlakuan lockdown bisa diterapkan dengan merujuk UU No.6/2018 tentang Karantina Kesehatan.
Advertisement
"UU No 6/2018 tentang Karantina Kesehatan sebenarnya sudah cukup menjadi dasar konstitusional bagi pemerintah untuk menetapkan status karantina wilayah atau PSBB. Dalam pasal 98, dikatakan UU tersebut berlaku sejak tanggal diundangkan, yakni 8 Agustus 2018. Bukan disebut berlaku ketika peraturan pelaksana selesai disusun," kata Fadli dalam keterangan tertulis, Senin (30/3/2020).
Fadli mengatakan, kondisi mendesak di tengah penyebaran virus corona Covid-19 dibutuhkan ketegasan pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan. Ia menilai, ketidaktegasan pemerintah pusat hanya akan membuat pemerintah daerah yang berada di bawahnya bisa mengambil langkah sendiri dengan menerapkan lockdown lokal.
"Di tengah keterbatasan kewenangan, sejumlah kepala daerah, seperti Papua, Tegal, Tasikmalaya, Toli-Toli, Payakumbuh dan Aceh, berani mengambil risiko untuk keselamatan warga mereka di atas kepentingan lainnya," katanya.
"Banyak daerah tak siap dengan penanganan medis baik fasilitas rumah sakit, alat perlindungan diri (APD) dan sarana prasarana lainnya. Sementara jumlah pasien meningkat secara eksponensial. Pemerintah pusat bahkan gagap dalam menyediakan sarana paling dasar seperti APD bagi dokter dan tenaga medis," tambahnya.
Fadli berujar, keberanian para kepala daerah dalam menerapkan lockdown lokal harus dimiliki Pemerintah Pusat, yakni Presiden Joko Widodo. Fadli mengatakan, penerapan lockdown tidak perlu menunggu korban jiwa lebih banyak lagi.
"Sikap serupa harusnya juga dimiliki Presiden sebagai kepala negara. Kita tak perlu menunggu jumlah korban lebih banyak, baru kemudian melakukan karantina wilayah atau PSBB," ujar Fadli.
Dampak ekonomi akibat penerapan lockdown, lanjut Fadli, masih bisa tertangani lantaran kasat mata. Berbeda dengan sebaran Covid-19 yang mengancam keselamatan semua kalangan.
"Kita juga harus mengubah pola penanganan yang terbukti gagal meredam laju penyebaran wabah corona. Imbauan cuci tangan, hidup sehat, sosial distancing dan physical distancing sangat baik tapi tidak cukup. Kini saatnya karantina wilayah atau PSBB atau lockdown segera. Kita tak ingin mengalami situasi lebih buruk dari Italia," ujar Fadli.
"Karena itu, penerapan kebijakan karantina wilayah atau pembatasan sosial berskala besar [PSBB], seperti telah diatur di dalam UU No.6/2018, menjadi hal mendesak untuk segera diumumkan pemerintah sekarang juga. Lockdown!" tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Suara.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Israel Serang Rafah, Sekjen PBB: Mohon Wujudkan Kesepakatan
- Viral Aksi Pembubaran Ibadah Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang, Ini Kata SETARA Institute
- Kim Jong Un Ulang Tahun, Warga Korea Utara Diminta Ucapkan Sumpah Setia
- Aturan Baru Haji, Pemerintah Arab Saudi Larang Semua Orang Masuk Makkah Tanpa Izin, Termasuk Penduduk Setempat
- Peringatan Hari Buruh 2024, Buruh Tuntut Penghapusan Upah Murah hingga Pencabutan UU Cipta Kerja
Advertisement
Eko Suwanto: Sultan Grond dan Pakualaman Grond untuk Kesejahteraan Masyarakat
Advertisement
Piknik dan Camping di Nawang Jagad Kaliurang: Info Lokasi, Jam Buka, dan Biaya Tiket Masuk
Advertisement
Berita Populer
- KPK Sebut Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Penuhi Panggilan Penyidik Harri Ini
- Kim Jong Un Ulang Tahun, Warga Korea Utara Diminta Ucapkan Sumpah Setia
- Ganjar dan Mahfud Pilih Jadi Oposisi di Pemerintahan Prabowo-Gibran
- Hamas Terima Gencatan Senjata di Gaza, Begini Respon Kemenlu RI
- PBB Tegaskan Serangan Darat Israel ke Rafah Tak Dapat Ditoleransi
- KPK Buka Peluang Hadirkan Bendahara Umum Partai Nasdem di Sidang SYL
- Progres Pembangunan Kantor Presiden di IKN Capai 80 Persen, Istana Negara 67 Persen
Advertisement
Advertisement