Advertisement
5 Jurus Mendikbud Nadiem Makarim untuk Rombak Sistem Pendidikan
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyiapkan lima strategi kunci untuk merombak sistem pendidikan Indonesia.
Pertama, Nadiem mengubah metode penilaian persyaratan kelulusan siswa di Indonesia. Nantinya para siswa tidak lagi dinilai berdasarkan ujian nasional (UN) seperti selama ini, tetapi sebuah standar internasional yang melakukan penilaian secara komprehensif.
Advertisement
Lebih lanjut, Nadiem menjelaskan standar internasional itu merujuk pada Programme for International Student Assesment (PISA).
“Assesment competency minimum [penilaian kompetensi minimum] yang terinspirasi PISA dan soal-soalnya pun melekat dengan PISA,” katanya usai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo soal strategi peningkatan peringkat Indonesia dalam PISA melalui video conference, Jumat (3/4/2020).
Nadiem menjelaskan tidak seperti UN, assesment competency tidak hanya menguji kemampuan kognitif saja. Namun juga karakter dan yang berhubungan dengan norma, kesehatan mental, kesehatan moral, dan kesehatan fisik anak-anak di setiap sekolah.
Kedua, Kemendikbud akan melakukan transformasi kepemimpinan di setiap sekolah guna memastikan guru-guru terbaik yang duduk di kursi kepala sekolah. Nantinya mereka juga akan diberikan fleksibilitas dan otonomi dalam penggunaan anggaran dan juga teknologi.
“Untuk meminimalisir beban administrasi mereka sehingga mereka bisa fokus kepada mentoring guru-guru di dalam sekolah mereka,” kata Nadiem.
Ketiga, pemerintah akan berupaya meningkatkan kualitas pendidikan profesi guru (PPG) agar mencetak tenaga pengajar berkualitas. Kementerian akan membuka program PPG lokal dan internasional.
“Pelatihan-pelatihan guru sekarang sifatnya jangan hanya teoritis tapi praktik dan ada pelatihan-pelatihan dengan sekolah-sekolah yang kualitasnya lebih baik jadi bukan hanya seminar tapi dengan interaksi antara guru dan guru,” ujar Nadiem.
Keempat, Nadiem berjanji melakukan transformasi kurikulum sesuai tingkat kemampuan siswa. Artinya akan ada penyederhanaan kurikulum, sehingga beban pelajaran siswa tidak terlampau berat seperti saat ini.
Menurut Nadiem, beban kurikulum yang terlalu banyak membuat siswa kesulitan melakukan pendalaman. Bahkan nantinya setiap siswa tidak harus mengerjakan tugas yang serupa.
“Misalnya murid dengan kemampuan yang berbeda mengerjakan project yang berbeda,” jelas Nadiem.
Kelima atau terakhir, Kementerian akan meningkatkan kemitraan dengan berbagai organisasi penggerak. Nadiem yakin partisipasi masyarakat dan juga perusahaan yang memiliki ketertarikan pada dunia pendidikan akan membantu mengkatrol kualitas pendidikan di Tanah Air.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo melihat tiga masalah utama dalam sistem pendidikan Indonesia yang perlu diatasi. Hal ini berdasarkan pada survei PISA yang telah diikuti Indonesia sebanyak 7 kali sepanjang periode 2010--2018.
Satu di antaranya adalah persentasi siswa berprestasi rendah masih cukup besar. Meskipun pemerintah telah berhasil meningkatkan akses pendidik anak usia 15 tahun, tetapi prestasi siswa masih harus dibenahi.
“Masih perlu upaya lebih besar untuk menekan siswa berprestasi rendah, ditekan hingga di kisaran 15-20 persen di 2030,” kata Presiden.
Selain itu Presiden juga mencatat persentasi siswa mengulang kelas masih tinggi. Indonesia mencatat rasio sebesar 16 persen atau lebih tinggi sekitar 5 persen dibandingkan dengan capaian rata-rata Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Survei tersebut juga menunjukan ketidakhadiran siswa dikelas masih tinggi. Mengacu pada PISA, Indonesia memerlukan langkah-langkah perbaikan menyeluruh baik dari segi regulasi, anggaran infrastruktur, manajemen sekolah, kualitas guru dan beban administrasi guru.
“Ini berkali-kali saya tekankan, mengenai beban administrasi guru. Guru tidak fokus kegiatan belajar mengajar tapi lebih banyak dipakai untuk hal-hal yang berkaitan dengan administrasi,” kata Presiden.
Jokowi juga meminta untuk perbaikan proses belajar mengajar dengan mengoptimalkan peran teknologi. Selain itu penting pula untuk memperbaiki lingkungan belajar siswa, termasuk di antaranya motivasi belajar dan menekan perundungan di sekolah.
“Survei PISA dan juga evaluasi UN terdapat hubungan kuat antara kondisi sosial ekonomi siswa dengan capaian hasil UN atau skor nilai PISA,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Aturan Baru Haji, Pemerintah Arab Saudi Larang Semua Orang Masuk Makkah Tanpa Izin, Termasuk Penduduk Setempat
- Peringatan Hari Buruh 2024, Buruh Tuntut Penghapusan Upah Murah hingga Pencabutan UU Cipta Kerja
- Hakim MK Ragukan Keaslian Tanda Tangan Ketum PKN Anas Urbaningrum di Kasus Sengketa Pileg 2024
- Kasus Polisi Bunuh Diri di Jaksel, Kapolresta Manado Diperiksa Polda Sulawesi Utara
- Pengadilan Kriminal Internasional Dikabarkan Mengincar Netanyahu, Israel Panik
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Korlantas Uji Coba Kirim Surat Tilang via Whatsapp
- Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Karyawan Ucapkan Selamat Tinggal
- BMKG: Hari Ini Sebagian Besar Wilayah Indonesia Cerah!
- Suami Mutilasi Istri di Ciamis, Kementerian PPPA: Jika Depresi Segera Cari Bantuan Profesional
- Menlu Retno Soroti Kesenjangan Pembangunan Negara Anggota OKI
- Aparat Indonesia Tangkap 2 Kapal Vietnam saat Curi Ikan di Perairan Natuna
- Terdampak Erupsi Gunung Raung, Bandara Samratulangi Mulai Beroperasi Normal
Advertisement
Advertisement