Advertisement
WHO Ingatkan Dampak Ekonomi dari Relaksasi Kebijakan Lockdown
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Sejumlah negara di dunia mengambil keputusan lockdown guna mencegah penyebaran virus Corona. World Health Organization (WHO) memeringatkan negara-negara di dunia untuk tidak terburu-buru merelaksasi kebijakan ketat yang dijalankan terkait virus corona untuk menghindari kemungkinan lockdown lanjutan.
Kepala Program Darurat WHO Mike Ryan mengatakan strategi transisi yang baik adalah kunci dalam menghindari karantina yang berulang. Lockdown yang berulang akan lebih berdampak negatif terhadap ekonomi.
Advertisement
"Jika kita lockdown berubah menjadi kontrol yang buruk, kembali ke lockdown, dan kembali ke kontrol yang buruk, itu bukanlah yang dibutuhkan semua orang saat ini," ujarnya dalam konferensi pers di Jenewa, Swiss, seperti dilansir Bloomberg, Jumat (3/4/2020).
Upaya mencegah penyebaran virus corona dinilai tidak cukup untuk menghentikan pandemi COVID-19. Pasalnya, selama virus corona masih ada dan ada banyak orang yang belum terinfeksi, maka tetap ada risiko pandemi kembali terjadi.
Ryan mengimbau negara-negara untuk melakukan pelacakan kontak besar-besaran atas orang yang terinfeksi serta pembentukan sistem kesehatan masyarakat dan layanan kesehatan yang komprehensif agar siap ketika menghadapi wabah.
"Jika kita ingin bisa hidup bersama dengan virus ini dan memiliki ekonomi yang kembali tumbuh dengan baik, kita harus berinvestasi di hal-hal itu," lanjutnya.
WHO juga mengubah pandangannya terkait penggunaan masker. Meski masker kain maupun masker buatan sendiri tidak akan melindungi seseorang dari infeksi virus corona, tapi akan mengurangi kemungkinan penyebaran virus ke orang lain.
Lebih dari 20 negara telah mengunci perbatasannya dan melarang warganya beraktivitas di luar ruangan demi mencegah penyebaran virus corona. Hal ini berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut dan ekonomi global secara keseluruhan, di mana lebih dari 90 negara mencari bantuan finansial untuk menghadapi terjadinya perlambatan ekonomi.
Mengacu ke data Johns Hopkins University CSSE, yang mengumpulkan data dari WHO, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) AS, dan komisi kesehatan China, per Sabtu (4/4) pukul 05.05 WIB, jumlah kasus positif COVID-19 yang telah dikonfirmasi sudah menembus 1,08 juta di seluruh dunia.
Sebanyak 225.438 orang telah dinyatakan sembuh, tapi penyakit ini merenggut nyawa 58.382 orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com/Bloomberg
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Peringatan Hari Buruh 2024, Buruh Tuntut Penghapusan Upah Murah hingga Pencabutan UU Cipta Kerja
- Hakim MK Ragukan Keaslian Tanda Tangan Ketum PKN Anas Urbaningrum di Kasus Sengketa Pileg 2024
- Kasus Polisi Bunuh Diri di Jaksel, Kapolresta Manado Diperiksa Polda Sulawesi Utara
- Pengadilan Kriminal Internasional Dikabarkan Mengincar Netanyahu, Israel Panik
- Indonesia-Iran Jalin Kerja Sama Teknologi Pertanian
Advertisement
Pemkab Bantul Gelar Nobar Timnas Indonesia Vs Irak di Lapangan Paseban Nanti Malam
Advertisement
Peringati Hari Pendidikan Nasional dengan Mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa di Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Buruh Desak Presiden Terpilih Prabowo Subianto Cabut UU Cipta Kerja
- Bangun Kota Cerdas, Pusat Data IKN Dilengkapi Komputasi Performa Tinggi
- Dampak Korupsi Timah Rp217 Triliun: Ribuan Karyawan 5 Smelter Terkena PHK
- Polisi Tangkap Terduga Pelaku Pembunuhan Mayat dalam Koper
- Tim SAR Temukan Korban Tenggelam Sungai Ciliwung
- Berselingkuh, Seorang Hakim Pengadilan Agama Dipecat Lewat Sidang Etik KY
- Demo Buruh 1 Mei 2024: Massa Padati Patung Kuda, Desak Pencabutan Omnibus Law
Advertisement
Advertisement