Advertisement
Jokowi Tak Gubris Tawaran Solusi Defisit BPJS Kesehatan dari KPK
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat menyurati Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait rekomendasi guna mengatasi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Rekomendasi tersebut tanpa harus menaikkan iuran.
KPK menyampaikan surat rekomendasi itu secara resmi kepada Jokowi pada 30 Maret 2020 atau sebelum adanya keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Hanya saja, hingga saat ini mantan Wali Kota Solo itu tidak menggubris rekomendasi tersebut.
Advertisement
"KPK sudah kirim surat rekomendasi untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan, tanpa menaikkan iuran, tapi tak ditanggapi itu surat," kata Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan saat dikonfirmasi, Kamis (14/5/2020).
Iuran BPJS Kesehatan akannaik mulai Juli 2020, menyusul diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020) dan diundangkan pada Rabu (6/5/2020).
Melalui aturan tersebut, iuran BPJS Kesehatan kembali naik setelah kenaikan pada tahun ini dibatalkan.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) No. 7/P/HUM/2020 membatalkan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP).
Putusan MA tersebut membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada Januari 2020. Batalnya kenaikan iuran membuat besaran iuran akan kembali seperti besaran yang dibayarkan peserta sebelumnya.
KPK sendiri sempat membuat kajian yang berkaitan dengan dana BPJS untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Dalam kajian tersebut, KPK juga menemukan usulan atau rekomendasi untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan.
Rekomendasi itu kemudian dikirim melalui surat ke Presiden Jokowi per 30 Maret 2020. Salah satu rekomendasi KPK yakni, pemerintah atau Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar menyelesaikan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) untuk seluruh jenis penyakit yang diperlukan.
Kemudian, penertiban kelas rumah sakit perlu disegerakan. Selanjutnya, kebijakan mengenai urun biaya (co-payment) untuk peserta mandiri sebagai mana sudah
Berdasarkan Permenkes 51 tahun 2018 tentang urun biaya dan selisih biaya dalam program Jaminan Kesehatan, agar segera diimplementasikan. Serta, kebijakan Coordination of Benefit (CoB) dengan asuransi kesehatan swasta perlu segera diakselerasi implementasinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Aturan Baru Haji, Pemerintah Arab Saudi Larang Semua Orang Masuk Makkah Tanpa Izin, Termasuk Penduduk Setempat
- Peringatan Hari Buruh 2024, Buruh Tuntut Penghapusan Upah Murah hingga Pencabutan UU Cipta Kerja
- Hakim MK Ragukan Keaslian Tanda Tangan Ketum PKN Anas Urbaningrum di Kasus Sengketa Pileg 2024
- Kasus Polisi Bunuh Diri di Jaksel, Kapolresta Manado Diperiksa Polda Sulawesi Utara
- Pengadilan Kriminal Internasional Dikabarkan Mengincar Netanyahu, Israel Panik
Advertisement
Advertisement
Piknik dan Camping di Nawang Jagad Kaliurang: Info Lokasi, Jam Buka, dan Biaya Tiket Masuk
Advertisement
Berita Populer
- KKB Kembali Berulah, Serang Gereja dan Rampas Ponsel Warga Papua
- Balas Serangan Roket Hamas yang Tewaskan 3 Tentara, Israel Bombardir Rafah
- Makan dan Bayar Seenaknya di Warteg, Pria Ini Ditangkap Polisi
- PAN Buka Peluang Eko Patrio hingga Anak Zulhas Jadi Cagub di Pilkada DKI Jakarta
- Soroti Kurangnya Dokter Spesialis di Indonesia, Jokowi Kaget: Masih Kurang 29.000
- AstraZeneca Diduga Picu Pembekuan Darah, BPOM Sebut Vaksin Sudah Tidak Beredar di Indonesia
- Hamas Minta Jusuf Kalla Bantu Mediasi Konflik Israel dengan Palestina
Advertisement
Advertisement