Advertisement
Kuantitas & Kualitas Kejahatan Siber Kian Meningkat
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Kualitas dan jumlah kejahatan siber yang terjadi di Indonesia terus meningkat. Kejahatan jenis ini kerap dipicu adanya sebaran berita hoaks yang mengakibatkan penerimanya memiliki niak buruk atau terpicu secara emosional.
Isu kejahatan siber yang terus merebak ini dibahasa dalam diskusi daring tentang Pemanfaatan TIK Sebagai Media Edukasi Masyarakat Menghadang Cyber Crime dan Hoaks pada Sabtu (17/4/2021) akhir pekan lalu.
Advertisement
BACA JUGA : Gawat, RS Jadi Sasaran Kejahatan Siber di Tengah Pandemi
“Berdasarkan data dari kepolisian, sampai akhir Maret 2021 ada 3.500 laporan kejahatan siber yang masuk. Ini didominasi oleh konten Sara tercatat 1.048 laporan, 649 laporan penipuan online. Catatannya, kejahatan ini kuantitas dan kualitasnya semakin meningkat terutama pada ranah kasus penipuan online, jumlah kerugiannya juga makin meningkat. Selain itu ada kejahatan lainnya seperti pornografi, akses ilegal, perjudian, peretasan, gangguan sistem,” kata Anggota Komisi I DPR RI Sukamta.
Ia menilai kejahatan siber tersebut dipicu oleh banyak hoaks yang beredar dengan cepat di tengah masyarakat yang membuat terpancing secara emosional. Sehingga memunculkan kecenderungan medsos hanya digunakan untuk melakukan konflik. Masalah seperti ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga beberapa negara lain.
Oleh karena itu ia mengimbau kepada masyarakat sebaiknya menggunakan medsos untuk berkegiatan positif. Ia juga berharap Kepolisian dan Kominfo merespons kondisi masifnya hoaks ini dengan membentuk suatu direktorat khusus untuk melakukan pencegahan.
BACA JUGA : Ancaman Serangan Siber ke UMKM Naik 51 Persen
“Karena kasus hoaks ini terus terjadi, kami merasa perlu dibentuk semacam direktorat untuk mengatasi dan mencegah hal ini,” ujarnya.
Praktisi Kehumasan dan Komunikasi Publik Freddy Tulung menyatakan hoaks dalam waktu tiga menit bisa menyebar ke 10 titik, sedangkan enam menit bisa menyebar ke 16 titik. Keadaan ini snagat masif terjadi di Indonesia meski pun sudah ada UU Transaksi Elektronik yang menjadi pengingat bagi masyarakat agar tidak menyebarkan berita bohong.
“99 persen masyarakat Indonesia menggunakan ponsel yang bisa mengakses internet, selama itu mereka terus terkoneksi internet dan itu mempengaruhi pola pikir mereka, ini harus menjadi perhatian Bersama,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Pembunuhan Pengusaha Tembaga Boyolali: Pelaku Warga Sragen dan Kenal Korban
- Pengusaha Tembaga yang Meninggal Dibunuh Ternyata Pendiri Boyolali Runners
- Fokus Transformasi, Telkom Bagikan Dividen Rp17,68 Triliun atau Tumbuh 6,5%
- Status Gunung Ruang Masih Awas, Evakuasi Warga Tagulandang Terus Berlanjut
Berita Pilihan
- Peringatan Hari Buruh 2024, Buruh Tuntut Penghapusan Upah Murah hingga Pencabutan UU Cipta Kerja
- Hakim MK Ragukan Keaslian Tanda Tangan Ketum PKN Anas Urbaningrum di Kasus Sengketa Pileg 2024
- Kasus Polisi Bunuh Diri di Jaksel, Kapolresta Manado Diperiksa Polda Sulawesi Utara
- Pengadilan Kriminal Internasional Dikabarkan Mengincar Netanyahu, Israel Panik
- Indonesia-Iran Jalin Kerja Sama Teknologi Pertanian
Advertisement
Ratusan Guguran Lava Picu Perubahan Morfologi Kubah Barat Daya Gunung Merapi
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Banjir Setinggi 3 Meter di Luwu Sulsel Sebabkan 14 Warga Meninggal Dunia
- Aturan Barang dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Mendag Zulhas Minta Jastiper Taati Hukum
- Otorita IKN Peroleh Hibah Kota Cerdas dari Amerika Serikat Senilai Rp31 Miliar
- Gerindra Pastikan Usung Dedi Mulyadi untuk Pilgub Jabar 2024
- BNPB Kerahkan Helikopter untuk Evakuasi Korban Erupsi Gunung Raung
- Israel Beri Waktu Hamas Sepekan untuk Setujui Gencatan Senjata
- Korban Meninggal Akibat Banjir Luwu Sulsel Terus Bertambah, 2 Orang Hilang
Advertisement
Advertisement