Advertisement
Ini Harta Karun yang Terkandung di Dalam Lumpur Lapindo
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Pengeboran Lapindo Brantas yang menyebabkan banjir lumpur yang kemudian dikenal dengan nama Lumpur Lapindo pada 2006 ternyata menyimpan harta karun langka di Bumi.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mengkaji potensi kandungan logam tanah jarang dan critical raw material dalam lumpur tersebut.
Advertisement
Kajian potensi harta karun berupa mineral pertambangan timah yang sempat dilakukan Kementerian ESDM pada 2017 menemukan volume endapan mengandung logam tanah jarang di Indonesia cukup besar.
Di Sumatra terdapat setidaknya 19.000 ton logam tanah jarang. Pulau Bangka Belitung memiliki sekitar 383.000 ton, serta Kalimantan dan Sulawesi masing-masing memiliki minimal 219 dan 443 ton logam tanah jarang.
Di tingkat global, China memproduksi 84 persen dari total produksi logam tanah jarang dunia. Sementara itu, Australia 11 persen, Rusia 2 persen, Brazil dan India sebanyak 1 persen.
Logam tanah jarang antara lain terdiri dari Skandium, yttrium, praseodimium, prometium, yatterbium, dan lainnya dianggap sebagai logam langka. Kelangkaan logam ini karena hanya sering ditemukan pada deposit-deposit bijih lantanida dan memiliki karakteristik kimia yang mirip dengan lantanida.
Industri pesawat terbang menggunakan skandium dalam membuat komponennya. Sementara itu, Yttrium dipakai untuk membuat europium pada TV fosfor merah.
Selain itu, dalam dunia kesehatan pun logam ini juga bermanfaat. Timah tanah jarang digunakan pada teknologi pendeteksi kanker dan jenis penyakit lagi. Pembangkit dan penyimpanan listrik, pendukung tambang, hingga kebutuhan untuk kendaraan bermotor berbasis baterai juga menggunakan logam ini.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eko Budi Lelono mengatakan akan menindaklanjuti temuan ini. Hasil dari temuan pada 2021 masih enggan dibeberkan oleh Eko.
“Hasilnya masih dalam proses ini baru selesai di tahun 2021, jika ini sudah selesai secara menyeluruh akan disampaikan,” tuturnya.
Dia berharap lembanganya dapat mengetahui potensi logam jarang yang ada di Lumpur Lapindo itu setelah penjajakan intensif pada tahun ini.
Jika melihat dari segi kepemilikan, punya siapa Lumpur Lapindo ini? Muncul pertanyaan lain bahwa siapakah yang akan mengeruk keuntungan ini? Sebagai informasi, ganti rugi akibat Lumpur Lapindo berasal dari pihak Lapindo dan sebagian oleh pemerintah.
Sekretaris Perusahaan Minarak Group Ananda Arthaneli mengatakan status kawasan mengacu kepada peta area terdampak (PAT) 22 Maret 2007.
"Bahwa tanah dan bangunan tersebut [kini tertimbun lumpur Lapindo] yang merupakan bagian dalam PAT 22 Maret 2007 yang sudah dilakukan jual beli oleh PT Minarak Lapindo Jaya," katanya, Minggu (23/1/2022).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Peringatan Hari Buruh 2024, Buruh Tuntut Penghapusan Upah Murah hingga Pencabutan UU Cipta Kerja
- Hakim MK Ragukan Keaslian Tanda Tangan Ketum PKN Anas Urbaningrum di Kasus Sengketa Pileg 2024
- Kasus Polisi Bunuh Diri di Jaksel, Kapolresta Manado Diperiksa Polda Sulawesi Utara
- Pengadilan Kriminal Internasional Dikabarkan Mengincar Netanyahu, Israel Panik
- Indonesia-Iran Jalin Kerja Sama Teknologi Pertanian
Advertisement
Kepala BKKBN: Remaja Butuh Sex Education, Bukan Tentang Hubungan Seksual Tapi Soal Reproduksi Sehat
Advertisement
Peringati Hari Pendidikan Nasional dengan Mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa di Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek KM 6, Mobil Avanza Terbakar
- 10 Ucapan Selamat Hari Pendidikan Nasional, Bisa Buat Caption Instagram
- PBB Sebut Evakuasi Warga Rafah Butuh Waktu 10 Hari
- Mengaku Siap Pindah ke Ibu Kota Baru, Begini Komentar Sandiaga soal Rumah Menteri di IKN
- Kunker Jokowi Diduga karena Menghindari Demo Hari Buruh, Istana Bilang Begini
- Polisi Tangkap 300 Demonstran Pro Palestina di New York
- Fakta-fakta Seputar Korupsi SYL yang Terungkap di Persidangan, dari Beli Mobil, Kaca Mata hingga Bayar Biduan
Advertisement
Advertisement