Advertisement
Indonesia Dinilai Tak Tegas Soal Perang Rusia-Ukraina, Ini Alasannya
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia sempat mengeluarkan pernyataan menolak perang di awal konflik Rusia dan Ukraina.
Pada hari pertama serangan Rusia terhadap Ukraina, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat pernyataan singkat. “Stop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia,” tegas Jokowi saat itu.
Advertisement
Keesokan harinya, Kementerian Luar Negeri menggarisbawahi penghormatan terhadap tujuan dan prinsip piagam PBB dan Hukum Internasional.
Ketua Pusat Studi Kebangsaan Indonesia (PSKI) Universitas Prasetiya Mulya Hassan Wirajuda mengatakan bahwa kedua pernyataan tersebut menolak perang karena membahayakan keselamatan rakyat, serta mengancam perdamaian dan stabilitas dunia atau kawasan.
Namun, menurutnya pernyataan itu tidak cukup tegas, karena hanya menyebut perang, tetapi tidak menyebut tindakan Rusia sebagai agresi militer atau invasi militer.
“Indonesia juga tidak mengutuk Rusia dan hanya meminta perang dihentikan,” katanya, belum lama ini.
Dia mengatakan, Indonesia seharusnya mengambil posisi prinsip, karena menyangkut penghormatan terhadap kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas wilayah.
“Yang absen adalah peran indonesia sebagai pelopor. Kenapa Indonesia tidak bersikap tegas? Salah satunya adalah pertimbangan ekonomi,” jelasnya.
Dia mengatakan, alasan pertama tersebut karena hubungan dagang bilateral antara Rusia dan Indonesia pada 2021 mencapai US$2,7 miliar, sedangkan Ukraina dan Indonesia hanya mencapai US$1,45 miliar.
“Surplus ada di pihak kita. Namun, jumlah itu terlalu kecil untuk mengekang kita dalam menyatakan sikap,” tuturnya.
Alasan kedua adalah antisipasi goncangan ekonomi dunia. Sanksi Barat terhadap Rusia sudah menimbulkan dampak negatif terhadap Rusia dan negara lain, juga disrupsi supply chain.
Dengan kondisi ini, Indonesia bisa kehilangan pasar dari ekspor, misalnya minyak kelapa sawit. Walaupun, sebenarnya pasar tersebut bisa tergantikan oleh Uni Eropa.
Alasan ketiga, dia menambahkan, adalah Presidensi Indonesia di G20. Kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin di G20 kemungkinan akan ditolak oleh negara lain.
“Harapannya, Putin bisa hadir dalam rangka kunjungan bilateral ke Indonesia, karena ia belum pernah datang ke Indonesia. Masalahnya, dengan penolakan terhadap Putin, apakah G20 akan berjalan sesuai rencana?” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Erupsi Lagi, Gunung Semeru Semburkan Awan Panas Guguran
- Ini Profil Keseharian Harvey Moeis Suami Sandra Dewi yang Terseret Korupsi PT Timah
- Perbaikan Jalur Pantura Demak-Kudus Ditarget Rampung Sebelum April 2024
- Gugatan Sengketa Pilpres, Mahfud MD Serukan Kembalian Maruah MK
- PGI Meminta Agar Kasus Kekerasan di Papua Diusut Tuntas
Advertisement
Advertisement
Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII
Advertisement
Berita Populer
- Kejagung Tetapkan Harvey Moeis Suami Artis Sandra Dewi Jadi Tersangka Korupsi Timah
- Prabowo Akan Pasang Foto SBY di Istana Presiden Baru
- AHY Sebut Prabowo Minta Demokrat Siapkan Kader Terbaik untuk Duduk di Kabinet
- BMKG Prediksi Cuaca Kota Besar di Indonesia Cenderung Kondusif
- Korlantas Siapkan Rekayasa Antisipasi 70 Juta Kendaraan Mudik Lebaran 2024
- Jembatan di Baltimore AS Ambruk Ditabrak Kapal, Enam Orang Hilang, Kemenlu RI Pastikan Tidak Ada Korban WNI
- Berikan Diskon Tambah Daya di Bulan Ramadan, PLN Dorong Petumbuhan Ekonomi
Advertisement
Advertisement