Advertisement
Dirut BPJS Buka Suara soal RUU Kesehatan Omnibus Law yang Kontroversial
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnimbus Law, ada aturan yang menyebutkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan tidak lagi bertanggung jawab langsung kepada presiden, melainkan melalui Kementerian Kesehatan. Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti buka suara.
Ali Ghufron Mukti berpandangan bahwa BPJS Kesehatan mengelola dana dari peserta sehingga tidak perlu langsung berada di bawah Kemenkes. Kalaupun terdapat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Advertisement
Dia mengatakan uang itu masuk sebagai komponen iuran ASN, TNI, dan Polri karena posisi negara sebagai pemberi kerja. Ketentuan perundang-undangan yang ada menurutnya sudah cukup untuk membawa BPJS Kesehatan menuju kondisi yang baik.
Beberapa tahun lalu, BPJS dilanda defisit akut, tetapi dapat membaik hingga terjadi surplus karena adanya penyesuaian tarif iuran JKN, yang diatur dalam UU eksisting.
Saat ini, BPJS memiliki cadangan dana yang setara dengan keperluan pembayaran klaim di atas lima bulan.
Hal itu membuat BPJS mampu membayar klaim atau tagihan fasilitas kesehatan dengan lancar, berbeda dengan sebelumnya yang kerap terdapat jeda waktu dari pengajuan ke pencairan.
Kelancaran pembayaran klaim itu pun berpengaruh terhadap pelayanan rumah sakit terhadap pasien BPJS. Ghufron menyebut bahwa pelayanan itu memang belum sempurna, tetapi terdapat perbaikan yang pasti.
BACA JUGA: Viral! Kamar Atlet Bulu Tangkis Indonesia di SEA Games Kamboja Bocor saat Hujan
"Menurut saya, kalau pun perlu [perubahan aturan], mungkin itu di tingkat Peraturan Presiden [Perpres] atau Peraturan Pemerintah [PP]," ujar Ghufron dalam wawancara khusus dengan Bisnis, belum lama ini.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan omnibus law terus menjadi sorotan, terutama setelah para tenaga kesehatan (nakes) memutuskan turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi. Berbagai poin dari rancangan omnibus law itu menjadi polemik dan menimbulkan perdebatan.
Unsur tenaga kesehatan, seperti dokter dan perawat menggelar aksi unjuk rasa penolakan RUU Kesehatan omnibus law pada Senin (8/5/2023). Unjuk rasa berlangsung di berbagai kota, termasuk di kawasan Monumen Nasional (Monas) dan Kementerian Kesehatan, Jakarta.
Lima organisasi profesi kesehatan yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) telah menyatakan penolakan atas RUU Kesehatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- 66 Pegawai KPK Terlibat Pungli, Dua Rutan Dinonaktifkan
- Kerusakan Akibat Gempa Garut Terjadi di Empat Kabupaten, Terparah Bandung
- Perhatikan! Per 1 Mei 2024 Pengajuan Berkas Kasasi dan PK di MA Wajib Daring
- Pelatih Shin Tae-yong Diusulkan Dapat Gelar Kehormatan Warga Negara Indonesia
- Golkar Targetkan Kemenangan Pilkada 2024 di Atas 70%
Advertisement
PDIP Sleman Buka Penjaringan Calon untuk Pilkada 2024, Ini Kriterianya
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Puluhan Benda Bersejarah dari Masa Majapahit, Dikembalikan AS ke Indonesia dan Kamboja
- Ada Potensi 6 Juta Ounce Emas di Tanah Papua yang Belum Terjamah Freeport
- 2.086 Hektare Lahan di IKN Bermasalah, AHY: Kami Komunikasikan dengan DPR
- Gunung Ibu Pulau Halmahera Meletus, Abu Vulkanik Setinggi 3,5 Kilometer
- Cegah Tawuran, Polisi Bubarkan Pemuda Nongkrong
- Prediksi BMKG: Sejumlah Kota Besar Turun Hujan Hari Ini
- Pusat Riset dan Start Up Dibangun di IKN, Libatkan Stanford University
Advertisement
Advertisement