Advertisement

Kejanggalan Proyek BTS Kominfo Telah Lama Terendus

Szalma Fatimarahma
Senin, 29 Mei 2023 - 12:17 WIB
Jumali
Kejanggalan Proyek BTS Kominfo Telah Lama Terendus Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate (tengah) berada dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (17/5/2023). ANTARA FOTO - Reno Esnir / foc.

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sejumlah kejanggalan dalam proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo.

BACA JUGA: Mengenal Proyek BTS yang Bikin Menkominfo Jadi Tersangka

Advertisement

Kejanggalan tersebut disampaikan oleh BPK dalam hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Pengelolaan Belanja Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun Anggaran 2021.

Laporan audit itu menunjukkan bahwa kejanggalan dan potensi kerugian negara telah terendus BPK jauh sebelum Menkominfo Johnny G. Plate ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi BTS 4G Kominfo pada Rabu (17/5/2023).

Kekeliruan pertama yang ditemukan BPK ialah terkait penetapan lokasi pembangunan BTS 4G di 7.904 desa.

Temuan itu menunjukkan bahwa penentuan lokasi proyek BTS Kominfo hanya didasarkan oleh data Dekstop Study tanpa adanya pengecekan langsung ke lapangan.

Akibatnya, ada tower BTS yang dibangun di desa-desa yang ternyata telah ter-cover dengan sinyal 4G yang cukup.

Adapun, hal tersebut menunjukkan bahwa alur pembangunan tower tidak dilakukan sesuai dengan flowchart proyek BTS 4G.

Pada flowchart proyek BTS 4G, proses pengecekan lokasi seharusnya dilakukan sebelum Purchase Order Capex atau penandatanganan kontrak pembelian.

Kendati demikian, dalam proses pelaksanaannya, survei justru baru dilakukan usai penandatanganan kontrak pembelian.

Kedua, BPK menemukan adanya pemborosan anggaran di proyek pembangunan BTS. Nilainya fantastis yaitu mencapai Rp1,5 triliun.

Potensi pemborosan anggaran antara lain ditemukan pada dana belanja modal (capex) dengan nilai sebesar Rp1,4 triliun dan biaya operasional (opex) sebesar Rp52 miliar.

Ketiga, terkait keterlambatan pembangunan tower BTS 4G di 4.200 desa. Sesuai jadwal yang ditetapkan Kominfo, proses tersebut seharusnya rampung pada 31 Desember 2021. Namun, hingga awal 2023, Kominfo baru membangun sebanyak 985 tower.

Dari total tersebut, dilaporkan bahwa tak ada satu pun tower yang bisa dioperasikan.

Keempat, BPK menemukan kelemahan dalam pemilihan jenis kontrak yang digunakan dalam proyek pembangunan BTS.

Ada dua jenis kontrak yang digunakan dalam proyek itu, yakni kontrak payung dan kontrak lumsum.

Kontrak payung dinilai BPK kurang tepat untuk digunakan lantaran proyek BTS bukan merupakan barang atau jasa yang dibutuhkan berulang dan barang yang diadakan bukan barang standar yang ada di pasaran.

Sedangkan untuk kontrak lumsum, BPK menilai bahwa penggunaan kurang tepat karena proyek pengadaan BTS adalah pekerjaan konstruksi yang kompleks.

Hal ini tergambar dari banyaknya perubahan spesifikasi dan lokasi pada kontrak yang dikarenakan sifat, serta risiko yang belum dapat ditetapkan secara tepat pada awal pengadaan kontrak.

Kelima, BPK menemukan adanya kejanggalan dalam penentuan pemenang proyek.

Pada proyek BTS di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku misalnya, Fiberhome-Telkominfra-Mulit Trans Data (FTI) yang menjadi pemenang proyek itu ternyata tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam membangun tower BTS.

BPK menemukan bahwa pengalaman pembangunan BTS yang dilampirkan FTI dalam dokumen prakualifikasi merupakan salinan kontrak milik perusahaan Datang Mobile Communications Equipment Co., Ltd. (DT).

Begitu juga dengan konsorsium Indonesia Bisnis Sejahtera (IBS) dan ZTE yang memegang proyek pembangunan BTS di wilayah Papua.

BPK menemukan bahwa kedua mitra tersebut memiliki kekayaan bersih yang berada jauh di bawah syarat yang ditetapkan untuk mengikuti tiga paket pengadaan.

Seperti diketahui, mitra harus memiliki kekayaan bersih sebesar Rp8,1 triliun untuk dapat mengikuti tiga paket pengadaan.

Berdasarkan laporan keuangan tahun 2019, kekayaan bersih kemitraan IBS-ZTE hanya mencapai angka Rp2 triliun. Angka tersebut merupakan akumulasi kekayaan milik ZTE Indonesia sebesar Rp 616,4 miliar dan IBS sebesar Rp1,46 triliun.

(Sumber: Bisnis.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Usulan Formasi PPPK-CPNS 2024 Disetujui Pusat, Pemkab Bantul: Kami Tunggu Kepastian Alokasinya

Bantul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 16:07 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement