Advertisement

Negara Diminta Penuhi Hak Layanan untuk Pendidikan Penghayat Kepercayaan

Media Digital
Rabu, 19 Juli 2023 - 21:47 WIB
Budi Cahyana
Negara Diminta Penuhi Hak Layanan untuk Pendidikan Penghayat Kepercayaan Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) bersama sejumlah mitra melakukan audiensi untuk meminta hak layanan pendidikan bagi penghayat kepercayaan. - Istimewa

Advertisement

JOGJA—Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) bersama sejumlah mitra di antaranya Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI), sejumlah penyuluh penghayat kepercayaan, Puan Hayati, Gemapakti melakukan audiensi ke Komnas HAM pada 14 Juli 2023, Komnas Perempuan pada 17 Juli 2023, Deputi II dan Deputi V kantor Staff Presiden pada 18 Juli 2023, dan Kemendikbudristek pada 20 Juli 2023.

Audiensi bertujuan memberikan masukan terkait RUU Sisdiknas yang banyak memuat permasalahan, salah satunya hilangnya frasa “kepercayaan” yang berindikasi menghilangkan hak mendapatkan pendidikan kepercayaan penghayat sehingga dan menjadi tanda diskriminasi baru bagi kelompok penghayat kepercayaan.

Advertisement

Tri Noviana, Manajer Program LKIS, mengatakan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) oleh pemerintah yang diluncurkan ke publik pada Agustus 2022 lalu menggambarkan negara kembali berpotensi abai dalam memberikan hak-hak dasar warga negara, apapun agama dan kepercayaan yang diyakininya. Seharusnya negara ikut mempromosikan dan dikarakterisasi mengkarakterisasi melalui pendidikan Tetapi dalam RUU Sisdiknas ini yang berjalan sebaliknya. Kelompok minoritas seperti penghayat kepercayaan yang sejak zaman Orde Baru hidup dalam keadaan terpasung, belum juga mendapat tempat yang semestinya dalam RUU ini.

“Di sisi lain, terdapat persoalan layanan pendidikan penghayat masih sangat kental terjadi di berbagai daerah seperti,” kata Tri.

Dia mencontohkan belum adanya pengakuan yang utuh terhadap hak Penghayat Kepercayaan, khususnya hak atas pendidikan; layanan administrasi bagi peserta didik penghayat di sekolah tidak masuk dalam Dapodik sehingga terjadi kesulitan pencantuman nilai di dalam raport sehingga harus mencantumkan agama lain. Hal ini juga berakibat penyuluh Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat mengakses dana BOS; minimnya sarana prasarana dan tenaga penyuluh bagi Peserta Didik penghayat sehingga memaksa peserta didik penghayat belajar agama lain demi mendapatkan nilai sekolah, penyuluh kepercayaan yang belum diakomodasi di Dapodik sebagai guru/tenaga pendidik sehingga sekolah masih ada kebingungan melayani pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bagi Peserta Didik Penghayat; belum semua sekolah SD, SMP, SMA/SMK dan perguruan tinggi terbuka dengan pendidikan penghayat kepercayaan sehingga akses pendidikan penghayat bagi Peserta Didik penghayat semakin sulit artinya aparatur dan sekolah belum memahami permendikbud sehingga belum mudah menerima jika ada Peserta Didik penghayat; belum semua stakeholder dan masyarakat yang mengetahui soal Permendikbud No.27/2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan YME pada Satuan Pendidikan; hingga sekolah belum siap memberikan pendidikan penghayat, karena belum kuat dasar hukum pemenuhan Pendidikan ini.

“Saat ini, penyuluh tidak mendapatkan insentif yang layak setelah memberikan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Beberapa persoalan yang muncul menunjukkan bahwa layanan pendidikan bagi Peserta Didik Penghayat belum maksimal dipenuhi oleh negara,” kata Tri.

Yayasan LKIS bersama sejumlah mitra, MLKI, penyuluh penghayat kepercayaan, Puan Hayati, Gemapakti, mendukung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyusun RUU Sisdiknas yang menjamin hak-hak penghayat kepercayaan; mendorong RUU Sisdiknas yang mendasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 97/PUU-XIV/2016; menghapus frasa “membentuk masyarakat yang religius, iman dan taqwa” dan menggantinya menjadi frasa “membentuk masyarakat yang berbudi pekerti luhur” di dalam Pasal 4 Draft RUU ini; meminta setiap ada frasa “agama” harus disertai dengan “kepercayaan” karena RUU ini juga harus memuat pendidikan kepercayaan dan memastikan semua agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia akan diberikan layanan yang sama; hingga mendorong penyusunan RUU Sisdiknas yang mendasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pemkot Jogja Luncurkan Sekolah Perempuan Penyintas Kekerasan

Jogja
| Sabtu, 18 Mei 2024, 13:17 WIB

Advertisement

alt

Tak Mau Telat Terbang? Ini 5 Rekomendasi Hotel Bandara Terbaik di Dunia

Wisata
| Selasa, 14 Mei 2024, 22:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement