Advertisement
Duh! Gen Z Senangnya Ngutang, tapi Tak Suka Bayar
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Generasi muda yang terjebak dengan pinjaman online (Pinjol) marak. Para kaum dewasa muda ini memilih untuk memenuhi gaya hidup dengan meminjam uang secara digital. Gaya hidup konsumtif disebut yang membuat mereka terlilit utang.
Namun di sisi lain, generasi Z dan milenial juga menjadi penyumbang terbesar kredit macet perusahaan teknologi finansial. Pada rentang usia 19-34 tahun menyumbangkan kredit macet sebanyak Rp763 miliar atau sekitar 47 persen.
Advertisement
“Anak-anak generasi Z dan sebagainya, mereka itu menikmati untuk meminjam tapi mereka tidak suka untuk membayar,” kata Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito dalam acara Festival Literasi Finansial 2023 yang digelar Bisnis Indonesia di Universitas Nusa Cendana, Kupang NTT, Senin (28/8/2023).
Selain kredit macet yang tinggi, Sarjito menyebut tak sedikit masyarakat Indonesia yang terjerat invetasi ilegal hingga pinjol ilegal. Bahkan kerugian masyarakat bisa mencapai Rp139,03 triliun karena hal tersebut.
Sarjito menyampaikan bahwa OJK pun telah berupaya untuk menutup situs invetasi dan pinjol ilegal. Bahkan pihaknya bekejersama dengan pihak Google hingga Meta untuk menyaring informasi.
Tidak hanya itu pihaknya juga bekerjasama dengan Kominfo untuk pemblokiran situs dan pihak kepolisian. Meskipun sudah berkurang, dia tak memungkiri bahwa kecepatan pinjol muncul lagi pun sangat cepat.
Dengan demikian, dia mengatakan bahwa kesadaran masyarakat juga penting dalam hal ini.
“Dari hal itu semua, satu hal yang paling penting kita harus juga bisa menahan diri,” katanya.
BACA JUGA: Woro-woro dari OJK: BI Checking Kini Berganti Nama Menjadi SLIK
Kepala Eksekutif Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi sebelumnya pernah menyinggung beberapa faktor juga yang membuat aplikasi pinjol dan invetasi ilegal terus menjamur.
Menurutnya hal tersebut lantaran mudahnya membuat aplikasi atau servernya berada di luar negeri.
Selain itu, banyaknya masyarakat yang bergantung kepada pinjol juga mempengaruhi. Hal tersebut lantaran gaya hidup seperti halnya beberapa orang yang memiliki kecendurungan ingin cepat kaya mendadak dengan berjudi online.
Adapula fenonema Fear of Missing Out (FOMO) pada anak muda, di mana tak ingin ketinggalan momen atau informasi.
Budaya FOMO tersebut mempengaruhi tingkat konsumsi anak muda yang tak mau ketinggalan tren. Selain itu, Kiki menyebutkan bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia juga masih rendah.
“Literasi keuangan saat ini sekitar 49,6 persen, kalau literasi digital sekitar 3,5 dari skala 1 sampai 5. Masyarakat belum pinter-pinter banget, portalnya sudah kebuka, tapi dia belum dapat membedakan yang mana informasi benar dan tidak benar,” kata Kiki dalam Dialog Forum Merdeka Barat di kanal YouTube Kemkominfo TV, Senin (21/8/2023).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ibadah Haji 2024, Jemaah Lansia Disarankan Tidak Minum Kopi dan Es Saat Perut Kosong di Perjalanan
- Begini Respons Kemenkes Melihat Kasus Covid-19 di Singapura yang Naik
- Hasil Juventus Vs Bologna: Skor 3-3, Si Nyonya Tua Sempat Tertinggal Lebih Dulu
- World Water Forum 2024, Presiden WWC: Saatnya Jadi Pendekar Air
- Kementerian Agama Segera Membuka SMA Katolik Negeri
Advertisement
Pilkada 2024, DPD Golkar DIY Belum Menerima Hasil Survei Calon Kepala Daerah
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- 38 Penerbangan Haji Telat hingga Total 32 Jam, Begini Reaksi Kemenag
- DPR Bantah Pembahasan Revisi UU MK Digelar secara Rahasia
- Presiden Jokowi: Duka Cita Mendalam atas Wafatnya Presiden Iran
- Perpusnas Luncurkan Gerakan Pustakawan Jakarta Menulis Buku
- Kini Sertifikat dan Notifikasi Imunisasi Dapat Diakses secara Digital
- Ini Makna Filosofi Batik Bomba yang Dipakai Elon Musk Saat Resmikan Starlink
- Pejabat Israel Bantah Terkait dengan Kematian Presiden Iran
Advertisement
Advertisement