Advertisement
Pemanasan Global Picu Frekuensi Cuaca Ekstrem di Lautan Indonesia, Ini Akibatnya
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA–Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan pemanasan global telah memicu intensitas dan frekuensi cuaca ekstrem di Indonesia, tak terkecuali di lautan. Akibatnya, dapat terjadi kecelakaan kapal hingga mengganggu kestabilan anjungan migas offshore.
Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Albertus Sulaeman mengatakan hal itu juga terjadi sebaliknya, sehingga terjadi umpan balik yang merupakan salah satu ciri khas fenomena cuaca nonlinier.
Advertisement
Baca Juga: Tak Pernah Sepanas Ini, Suhu Permukaan Laut Meningkat Sejak Maret
“Cuaca ekstrem di laut memicu rouge wave, yang merupakan interaksi nonlinier beberapa gelombang. Gelombang ini belum bisa diprediksi dan menjadi perhatian nelayan. Penelitian ini memerlukan observasi insitu terkait pemasangan observasi laut dengan memanfaatkan rig pengeboran yang sudah tidak beroperasi,” kata Albertus dalam keterangannya, Rabu (15/11/2023).
Menurutnya, pemahamanan yang lebih baik mengenai cuaca ekstrem sangat berguna untuk meningkatkan akurasi prediksi cuaca ekstrem di wilayah Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap bencana hidrometeorologi dan perubahan iklim.
Baca Juga: Waspada! Bibit Siklon Tropis 99W di Laut China Selatan Bisa Pengaruhi Cuaca di Indonesia
Sementara itu, Peneliti Ahli Utama Oseoanografi BRIN Widodo Setiyo Pranowo menyatakan parameter cuaca dan hidrodinamika di laut yang saling berhubungan adalah angin, arus laut, dan gelombang laut. “Pola angin monsun membangkitkan arus dan gelombang di permukaan laut. Hubungan korelatifnya mengakibatkan semakin kencangnya angin, maka kecepatan arus dan ketinggian gelombang bisa semakin meningkat,” paparnya.
Dia melanjutkan bahwa secara natural, Benua Maritim Indonesia seakan memiliki shield atau pelindung dari lintasan angin siklon tropis, yang secara maya berada di lintang 5 derajat utara dan di lintang 10 derajat selatan.
“Siklon tropis mampu menghasilkan tinggi gelombang ekstrem. Namun, dalam satu-dua dekade terkini, gelombang ekstrem beberapa kali menjalar menembus shield tersebut,” tuturnya.
Baca Juga: Hanyut di Lautan, Alat Pendeteksi Cuaca Ditemukan Nelayan
Widodo menambahkan gelombang ekstrem di laut dapat mengakibatkan kecelakaan kapal, dan dapat pula mengganggu kestabilan platform atau anjungan migas offshore. Itu sebabnya, dia menekankan data informasi historis, pemantauan time series dari angin, arus, dan gelombang laut sangat penting untuk dikompilasi, agar dapat digunakan untuk meramalkan kondisinya untuk 7 hingga 14 hari ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- UKT Mahal, Puluhan Calon Mahasiswa di Riau Terancam Batal Kuliah Ini Kata Kemendikbud
- Ibadah Haji 2024, Jemaah Lansia Disarankan Tidak Minum Kopi dan Es Saat Perut Kosong di Perjalanan
- Begini Respons Kemenkes Melihat Kasus Covid-19 di Singapura yang Naik
- Hasil Juventus Vs Bologna: Skor 3-3, Si Nyonya Tua Sempat Tertinggal Lebih Dulu
- World Water Forum 2024, Presiden WWC: Saatnya Jadi Pendekar Air
Advertisement
Pilkada 2024, DPC Partai Gerindra Gunungkidul Terima 12 Pendaftar
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Perpusnas Luncurkan Gerakan Pustakawan Jakarta Menulis Buku
- Kini Sertifikat dan Notifikasi Imunisasi Dapat Diakses secara Digital
- Ini Makna Filosofi Batik Bomba yang Dipakai Elon Musk Saat Resmikan Starlink
- Pejabat Israel Bantah Terkait dengan Kematian Presiden Iran
- Bingung Cari Kerja? Ini 10 Pekerjaan dengan Gaji Tertinggi Tahun Ini
- Menko Luhut Sebut Tesla Tunda Masuk Indonesia karena Oversuplai EV dari China
- Gerindra Dukung Khofifah-Emil di Pilkada Jawa Timur 2024
Advertisement
Advertisement