KPK: Tak Ada Intervensi Politik, Kasus Juliari Murni Penegakan Hukum
Harianjogja.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak ada intervensi politik terkait wacana penerapan Pasal 2 ayat 2 dan Pasal 3 terkait Tuntutan Hukuman Mati terhadap kasus dugaan suap penyaluran dana bantuan sosial Covid-19 atas tersangka Menteri Sosial RI nonaktif, Juliari P Batubara.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, dalam kasus ini, Juliari diduga menerima suap dalam program bansos penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Pihak KPK menyatakan, selama ini setiap penindakan dalam operasi tangkap tangan (OTT) hanya dikenakan Pasal 12 dan Pasal 5 UU Tipikor. Padahal, hukuman mati diatur dalam Pasal 2 ayat 2.
"Kemarin dari gelar perkara yang dihadirkan oleh seluruh penyelidik, penyidik dan penuntut umum serta struktur penindakan dan pimpinan KPK bersepakat diterapkan pasal penyuapan. Karena bukti permulaan yang ada itu adalah pasal-pasal penyuapan," kata Plt juru bicara KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Sabtu (12/12/2020).
Baca juga: Sastrawan Jogja Iman Budhi Santosa Meninggal, Cak Nun: Mas Iman Tidak Pernah Mati
"Enggak ada [intervensi politik] ini murni penegakkan hukum. Jadi tidak ada kaitannya dengan latar belakang politik dari para tersangka," lanjutnya.
Status tersangka yang tersemat pada Juliari Batubara sempat memunculkan wacana penerapan ancaman hukuman mati.
Pasalnya, Ketua KPK Firli Bahuri pernah menyatakan ancaman hukuman mati bagi pelaku korupsi anggaran pandemi Covid-19.
Dari program bansos Covid-19, Juliari dan beberapa pegawai Kementerian Sosial (Kemensos) mendapatkan Rp 17 miliar.
Di sisi lain, pemerintah telah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nonalam.
Ali menjelaskan, pihaknya membutuhkan waktu lama guna membuktikan adanya kerugian negara pengadaan bansos Covid-19—sebab karena ancaman Pasal 2 UU Tipikor berlaku jika adanya kerugian negara.
"Jadi tidak ada kemudian disitu langsung Pasal 2 atau Pasal 3, itu penyelidikan terbuka," jelas Ali.
Ali menambahkan, pihaknya akan mengembangkan perkara ini guna mengetahui apakah ada kerugian negara atau tidak.
Baca juga: Vaksin Harus Diimbangi dengan Prokes 3M
Jika terdapat kerugian negara, tidak menutup kemungkinan KPK akan menerapkan Pasal 2 UU Tipikor.
"Oleh karena itu tentu untuk perkara ini nanti melihat perkembangan penyidikan dari keterangan saksi-saksi, sejauh nanti bukti permulaan yang cukup untuk itu adanya Pasal 2 dan 3. Kami pasti akan menerapkan Pasal 2 dan Pasal 3 yang ada dugaan kerugian negara," papar Ali.
Lebih lanjut, Ali mengemukakan, penerapan Pasal 2 akan dikembangkan melalui keterangan para saksi.
Tentunya, hal ini dilakukan melalui proses penyidikan yang dilakukan oleh tim penyidik KPK
"Fakta-fakta nanti bisa diperoleh dalam proses penyidikan terbuka. Pasal 2 dan Pasal 3 itu penyelesaiannya panjang karena berhubungan kerugian negara. Yang harus menetapkan bukan KPK. Ini perlu melibatkan BPK dan BPKP," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : suara.com