News

Wapres Sebut Pasar Muamalah Rusak Ekosistem Keuangan

Penulis: Newswire
Tanggal: 04 Februari 2021 - 10:47 WIB
Wakil Presiden Maruf Amin. - Ist/Dokumentasi KIP/Setwapres

Harianjogja.com, JAKARTA--Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan praktik Pasar Muamalah merusak ekosistem ekonomi dan keuangan nasional karena setiap transaksinya tidak mengikuti peraturan dan undang-undang yang sudah disepakati berlaku di Indonesia.

"Tujuannya mungkin untuk menegakkan pasar syariah, tetapi kan kita ada mekanisme dalam sistem kenegaraan kita. Sehingga, ketika itu kemudian ada suatu [praktik ekonomi] di luar itu, tentu itu akan merusak ekosistem daripada ekonomi dan keuangan nasional kita," kata Wapres Ma’ruf dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (4/2/2021).

BACA JUGA : OJK DIY Dorong Inklusi Keuangan dan Pemulihan Ekonomi

Praktik ekonomi di Pasar Muamalah tidak bisa disebut sebagai kegiatan untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, kata Wapres. Di Indonesia, ekonomi dan keuangan syariah dijalankan sebagai bagian dari upaya penguatan sistem ekonomi nasional.

Indonesia memiliki regulasi dan lembaga keuangan berbasis syariah yang mengakomodasi kegiatan ekonomi sesuai dengan sistem keuangan nasional. Sehingga, kegiatan Pasar Muamalah yang bertransaksi menggunakan mata uang selain rupiah termasuk bentuk penyimpangan dari sistem keuangan nasional, tegas Wapres.

"Perbankan syariah di Indonesia ada aturannya, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) ada aturannya dan undang-undangnya ada aturan pelaksanaannya, bahkan ada juga fatwanya dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)," jelasnya.

BACA JUGA : Pandemi Covid-19 Menguras Tenaga dan Keuangan

Pasar Muamalah, yang berpraktik di Jalan Tanah Baru, Depok, Jawa Barat sejak 2014, merupakan kegiatan jual dan beli yang menggunakan mata uang dirham dan dinar dalam setiap transaksinya. Selain itu, biaya sewa tempat bagi pedagang yang berjualan di pasar tersebut juga menggunakan mata uang Arab Saudi.

Belasan pedagang yang tergabung dalam Pasar Muamalah menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari, seperti makanan, minuman dan pakaian dengan menggunakan uang dirham dan dinar.

Polisi menetapkan pendiri Pasar Muamalah Zaim Saidi sebagai tersangka atas pasal 9 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan pasal 33 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman hukuman satu tahun penjara dan denda Rp200 juta.

BACA JUGA : UMY Tingkatkan Kemampuan Penyusunan Laporan

Sebagai pengelola pasar, Zaim menentukan harga beli koin dinar dan dirham sesuai dengan harga yang berlaku di PT Aneka Tambang (Antam), dengan ditambahkan 2,5 persen sebagai keuntungan.

Dinar yang digunakan dalam transaksi di pasar tersebut berupa koin emas seberat 4,25 gram dan emas 22 karat; sedangkan dirham yang dipakai berupa koin perak murni seberat 2,975 gram.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Berita Terkait

Indeks Masih Jomplang, Penguatan Literasi Keuangan Sasar Mahasiswa UGM
5 Tahun Bertransformasi, SMBC Indonesia Berkomitmen Hadirkan Inisiatif Berkelanjutan
Perkembangan TI Mempercepat Layanan Transaksi dan Pengelolaan Keuangan
Perkuat Potensi dan Tambal Gap Inklusi Keuangan, TPAKD DIY Gelar Rakor

Video Terbaru

Berita Lainnya

Berita Terbaru Lainnya

Menteri Lingkungan Hidup Minta Semua Pemda Tuntaskan Roadmap Penanganan Sampah
Temui Pemerintah Arab Saudi, Menteri Agama Bahas Haji 2025
Dikawal 4 Jet Tempur PEA, Pesawat Presiden Prabowo Mendarat di Abu Dhabi
Hoaks di Masa Tenang Pilkada Jadi Sorotan Bawaslu, Ini 5 Provinsi Paling Rawan
Jokowi dan SBY Tak Hadir dalam Kampanye Akbar Satu1n Jakarta, Ridwan Kamil: Dukungan Tetap
Bawaslu Bakal Terapkan Teknologi Pengawasan Pemungutan Suara di Pilkada 2024
Hoaks Selama Tahap Awal Pilkada hingga Masa Tenang Terkendali, Ini Tanggapan Kemkomdigi
Retno Marsudi Ditunjuk sebagai Direktur Non-eksekutif Perusahaan Gurn Energy Singapura
Para Calon Kepala Daerah Diingatkan Tidak Berkampanye Saat Masa Tenang
Vonis terhadap Presiden Terpilih AS Donald Trump dalam Kasus Uang Tutup Mulut Kembali Ditunda