News

Myanmar Dikecam Setelah 2 Orang Tewas dalam Unjuk Rasa Tolak Kudeta Militer

Penulis: Nindya Aldila
Tanggal: 21 Februari 2021 - 23:27 WIB
Seorang biksu Buddha memegang tanda berdiri di samping kendaraan lapis baja saat protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Minggu (14/2/2021). - Antara/Reuters/Stringer

Harianjogja.com, JAKARTA - Sejumlah negara mengutuk tindakan militer Myanmar yang menyebabkan dua orang tewas dalam unjuk rasa di Mandalay.

Kementerian Luar Negeri Singapura menyebut penggunaan senjata untuk melawan rakyat Myanmar tidak bisa dimaafkan.

“Penggunaan senjata mematikan terhadap warga sipil tak bersenjata tidak bisa dimaafkan. Kami mendesak pasukan keamanan untuk menahan diri sepenuhnya untuk menghindari cedera lebih lanjut dan hilangnya nyawa, dan segera mengambil langkah-langkah untuk meredakan situasi dan memulihkan ketenangan,” kata seorang pejabat seperti dikutip dari South China Morning Post, Minggu (21/2/2021).

Dua orang tewas di Mandalay pada Sabtu ketika polisi menembak untuk membubarkan unjuk rasa menentang kudeta militer. Seorang lelaki tewas karena luka parah di kepala dan seorang lainnya tertembak di bagian dada.

Sementara itu, Kedutaan besar AS mengungkapkan keprihatinannya melalui akun Twitter-nya pada Sabtu (20/2/2021).

“Tidak ada yang boleh terluka karena memperjuangkan haknya untuk menolak. Kami sangat prihatin dengan penembakan fatal para demonstran di Mandalay, sehari setelah kematian Mya Thwe Thwe Khine di Nay Pyi Taw. Militer harus menghentikan kekerasan terhadap rakyat Myanmar,” tulis Kedubes AS.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price mengungkapkan keprihatinannya setelah seorang pengunjuk rasa di Nay Pyi Taw tewas ditembak polisi pada 9 Februari lalu.

Dia mengutuk segala bentuk kekerasan yang menjadikan rakyat Myanmar korban. AS juga mendukung langkah Inggris dan Kanada memberikan sanksi kepada Myanmar.

“Kami akan bekerja dengan sejumlah mitra dan sekutu untuk menekan militer Myanmar untuk menghentikan tindakannya dan menolong rakyat Myanmar mewujudkan aspirasi mereka untuk perdamaian, demokrasi, dan supremasi hukum,” kata Price dalam keterangan pers pada Jumat.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell juga mengutuk kekerasan di Myanmar dan berencana mengambil keputusan bersama para Menteri Luar Negeri Uni Eropa dalam pertemuan di Brussel pada Senin.

Saat ini Inggris telah memberlakukan pembekuan aset dan menetapkan larangan perjalanan terhadap 3 anggota rezim militer Myanmar karena peran mereka dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius selama kudeta.

Hal yang sama juga dilakukan Kanada ditambah dengan menetapkan embargo senjata dan ekspor dan impor senjata dan bahan terkait ke dan dari Myanmar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Berita Terkait

Kim Jong Un Tegaskan Dukung Rusia soal Ukraina
500 Ribu Orang Terdampak Aksi Mogok Petugas di Bandara Prancis
Ribuan Warga Gelar Unjuk Rasa Desak PM Thailand Mundur
Turki Bakal Eskpor  48 Jet Tempur KAAN ke Indonesia

Video Terbaru

Berita Lainnya

  1. Panitia Video Announcer Contest SMG 2025 Tetapkan 50 Nominasi, Ini Daftarnya
  2. CIMB Niaga Sponsori VAC SMG 2025, Lomba Video Penyiar Masuk Tahap Penilaian
  3. SEMARAK SATU DASAWARSA BAPERKA Merayakan Dekade Perawatan Perkeretaapian
  4. SEMARAK SATU DASAWARSA BAPERKA Merayakan Dekade Perawatan Perkeretaapian

Berita Terbaru Lainnya

Capaian Nyata BPJS Kesehatan, Bukti Pemerataan Layanan JKN Hingga ke Pedalaman
Kemendikdasmen Siapkan Konsep SMK 4 Tahun
Kinerja Pinjol Kian Melambat, Terjadi Peningkatan Kredit Macet
Bahlil Utak-atik Aturan LPG 3 Kilogram, Akan Dijadikan Satu Harga
Presiden Prabowo Bahas Isu Strategis Indonesia-Belgia dengan Raja Philippe
Penggunaan Kereta Api Jadi Sarana Kurangi Operasional Truk ODOL
Polisi Tembak Narapidana Saat Melarikan Diri
Air India Jatuh Tewaskan 242 Orang, Tim Penyidik Tak Menemukan Masalah Teknis Pesawat
Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Poso
Mentan: Kerugian Akibat Beras Oplosan Capai Rp99 Triliun dalam Setahun