News

Isu Reshuffle Mencuat, Kebijakan Nadiem Makarim Paling Disorot

Penulis: Edi Suwiknyo
Tanggal: 17 April 2021 - 17:27 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim berdialog dengan kepala sekolah dan guru saat melakukan kunjungan kerja di SMK Negeri 8 Palu di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (4/11/2020). - Antara

Harianjogja.com, JAKARTA -- Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani kembali mengingatkan supaya para aparatur negara tidak membebani Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan kebijakan yang tidak sinkron.

Seperti diketahui, setelah kontroversi Perpres bidang usaha investasi yang memasukkan minuman keras  bidang usaha investasi serta hilangnya frasa agama dalam rancangan peta jalan pendidikan nasional (PJPN), Kemendikbud kembali mendapat sorotan.

Kali ini, sorotan terkait tidak tercantumnya mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.57/2021. Dalam Pasal 40 ayat 3 PP ini tidak tercantum Pancasila sebagai mata pelajaran. Sedangkan Bahasa Indonesia tidak tercantum tegas, hanya disebut bahasa saja.

BACA JUGA : Isu Reshuffle, Stafsus: Hak Prerogratif Presiden, Kami Tidak Mencampuri

"PPP sebagai partai koalisi pemerintahan mengingatkan jajaran kabinet dan pemerintahan agar kedepan tidak terus-menerus menciptakan beban politik dan ruang suudzon terhadap Presiden Jokowi dan pemerintahannya," kata Arsul dalam siaran resmi, Sabtu (17/4/2021).

Arsul  Sani menyatakan seharusnya semua yang di kabinet maupun jajaran Pemerintahan punya tekad mengurangi bahkan menghilangkan beban politik dan ruang suudzon terhadap Presiden dari elemen masyarakat manapun. 

"Ini tentu bisa dimulai dalam rapat kabinet atau rapat kordinasi dibawah Kemenko yang bersangkutan. Saya yakin dengan cara seperti ini maka sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan atau peraturan akan lebih baik," katanya.

Lebih lanjut Arsul menilai problem sinkronisasi dan harmonisasi ini timbul karena masih rendahnya kordinasi antar kementerian dan lembaga pemerintahan terkait. Menurut Arsul, meski ada kementerian kordinator (kemenko), namun level koordinasi yang tinggi seperti diharapkan belum tercipta. 

BACA JUGA : Reshuffle Kabinet Jokowi, Erick Thohir Mengaku Siap Dicopot

Sebagai contoh rendahnya level kordinasi ini, Arsul Sani menunjuk kasus tidak tercantumnya Pancasila dan Bahasa Indonesia sbg mata pelajaran (kuliah) dalam Pasal 40 Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021. 

Padahal dalam Pasal 35 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pancasila dan Bahasa Indonesia masuk kedalam kurikulum perguruan tinggi.

Menurutnya jika ada kordinasi yang lebih baik antar kementerian dalam penyiapan PP 57 Tahun 2021 setidaknya antara Kemendikbud dan stakeholder sisi pandang yang melihat tidak sinkron dan harmonisnya PP diatas dengan UU-nya bisa dicegah. 

"Jika semuanya sinkron maka  beban politik dan ruang suudzon dari elemen masyarakat dengan sendirinya akan dapat diminimalisir secara signifikan," tutup Arsul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Berita Terkait

Polda Metro Jaya Sebut Tunjukkan Ijazah Asli Jokowi ke Roy Suryo
Kuasa Hukum Jokowi Hadiri Gelar Perkara Ijazah Palsu
Jokowi Bantah Pidatonya Soal QRIS Sama dengan Gibran di KTT G20
Jokowi Bertemu Lee Hsien Loong di Forum Bloomberg

Video Terbaru

Berita Lainnya

Berita Terbaru Lainnya

Kejagung Ungkap 4 Kasus Korupsi Terbesar Jampidsus
OTT KPK di HSU, Penyidik Telusuri Modus Pemotongan
BMKG: Segmen Kajai-Talamau Picu Potensi Tsunami Danau Maninjau
Mensos: BLTS 2025 Sudah Tersalurkan ke 33 Juta KPM
Dua Pejabat Raja Ampat Diperiksa Polisi Terkait Dugaan Pelecehan
Gencatan Senjata, Ribuan Pengungsi Thailand Mulai Pulang
Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan NII dan AD
BNPB Kerahkan 9 Pesawat OMC Cegah Banjir di Sumatera
Radikalisme Digital Meningkat, BNPT Soroti Ancaman Siber
Tiba di Silangit, Prabowo Lanjutkan Kunjungan ke Tapsel Sumut