Advertisement

OPINI: Menyikapi Isu Agama Jelang Pemilu 2019

Stepanus Sigit Pranoto
Sabtu, 02 Maret 2019 - 08:00 WIB
Galih Eko Kurniawan
OPINI: Menyikapi Isu Agama Jelang Pemilu 2019 Ilustrasi Pemilu - JIBI

Advertisement

Pemilu serentak tinggal menyisakan hitungan hari. Suasana di masyarakat semakin memanas dengan bermacam isu yang dimunculkan oleh aktor-aktor politik demi memenangkan hati rakyat.

Berbeda dari Pemilu 2014, pesta pesta demokrasi yang akan dilaksanakan pada 17 April 2019 mendatang, masyarakat akan memilih secara serentak Pileg (Pemilihan Legislatif) dan Pilpres (Pemilihan Presiden). Meski demikian, gema yang paling santer terdengar di masyarakat lebih mengarah pada kontestasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon. Dari kedua pasangan calon ini, para calon presiden keduanya pernah bersaing pada Pilpres 2014.

Advertisement

Dari sekian banyak isu yang beredar di tengah masyarakat, isu agama tampaknya menjadi isu yang banyak dimunculkan. Isu agama ini menyangkut bermacam hal, mulai dari tingkat kesalehan calon, hingga kemungkinan kebijakan yang akan terjadi apabila calon tersebut terpilih. Dengan memanfaatkan media daring isu agama dengan cepat menyebar ke berbagai penjuru dan menjadi bagian dari konsumsi informasi di tengah masyarakat.

Tampaknya isu agama menjadi senjata ampuh di tengah pertarungan politik di Indonesia. Menilik kembali pesta demokrasi yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta dua tahun lalu, misalnya, salah satu lembaga survei menunjukkan bahwa isu agama ikut berperan besar menentukan kemenangan gubernur DKI Jakarta saat ini. Bahkan cukup banyak media asing yang memberitakan bahwa isu penistaan agama yang disematkan pada calon gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) berhasil membalikkan situasi perolehan suara. Ini salah satu indikasi betapa masih kuatnya pengaruh isu agama dalam proses perpolitikan di Indonesia.

Sebenarnya isu keagamaan dalam pertarungan politik di Indonesia bukanlah hal yang baru terjadi belakangan ini. Faisal Ismail, Guru Besar Pascasarjana FIAI UII Yogyakarta (2018) mencatat bahwa pada Pemilu 1971 isu agama juga banyak mencuat saat masa kampanye. Demikian juga pada pemilu-pemilu 1977, 1982, dan 1999, isu agama cukup banyak dilontarkan. Dan kini, isu yang sama mengemuka kembali di tengah panasnya persaingan kampanye politik.

Ada narasi yang sedikit berbeda dalam kampanye Pemilu 2019 mengenai isu agama yang mengemuka di masyarakat dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Pada masa kampanye Pemilu 2019 ini, isu agama yang beredar lebih banyak menampilkan kesalehan individu masing-masing calon. Kita melihat bagaimana kedua kubu berlomba-lomba menarasikan kesalehan para calon yang mereka dukung. Akan tetapi, di sisi lain mereka juga mencari-cari titik lemah kehidupan keagamaan dari lawan. Kebetulan para calon berlatar belakang agama yang sama, sehingga narasi yang dimunculkan banyak menyoroti tentang “mana yang lebih Islam”.

Jangan Tampilan Luar
Mengikuti pemberitaan di media massa maupun tampilan-tampilan yang muncul di media sosial, ada tiga cara yang lazim digunakan oleh para kontestan dalam menampilkan kesalehan mereka.

Pertama, pemberitaan tentang aktivitas para calon menjalankan ritual keagamaan. Misalnya, pemberitaan tentang aktivitas calon saat melakukan shalat. Meski hal ini merupakan kewajiban dasar bagi setiap pemeluk agama, akan tetapi di masa kampanye, pemberitaan tentang kegiatan ritual keagamaan yang dilakukan seorang kandidat merupakan isu yang menarik untuk ditampilkan di ruang publik.

Kedua, pemberitaan tentang kedekatan para calon dengan tokoh-tokoh agama dan organisasi keagamaan. Misalnya, aktivitas kunjungan calon kepada ulama-ulama, kunjungan ke pondok-pondok pesantren atau hadir dalam kegiatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi keagamaan.

Ketiga, memakai atribut keagamaan. Misalnya mengenakan busana bernuansa Islami, menyematkan gelar keagamaan seperti “Haji” atau “Hajjah” pada namanya. Hal ini tidak hanya terjadi pada kandidat presiden dan wakil presiden, melainkan juga pada para calon anggota legislatif.

Menampilkan kesalehan calon dalam praktek kehidupan agama memiliki daya pikat tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, penduduk Indonesia merupakan masyarakat agamis yang menjunjung nilai-nilai keagamaan. Inilah yang membuat isu-isu agama akan tetap bermunculan dalam setiap pesta demokrasi di Indonesia.

Tentu sah-sah saja menarik simpati rakyat dengan menampilkan kesalehan pribadi. Demikian juga dengan isu-isu agama yang bermunculan selama masa kampanye. Akan tetapi jangan sampai isu-isu agama justru menjadi yang utama.

Bagaimanapun juga Pemilu menjadi saat di mana seluruh masyarakat Indonesia sedang mencari pemimpin yang mampu membawa masyarakat pada kesejahteraan bersama di berbagai bidang. Pemilihan terhadap seorang calon pemimpin semestinya bukan hanya dinilai tampilan fisiknya yang secara tiba-tiba menampilkan kesalehan beragama. Penting pula untuk menilai bagaimana rekam jejak mereka, visi dan misi mereka, dan terutama komitmen mereka untuk menjaga keragaman yang ada di Indonesia.

Dan masyarakatlah yang pada akhirnya menilai dan menjatuhkan pilihan. Oleh karenanya jangan sampai terkecoh pada tampilan luar dari setiap calon, tetapi mari kita mengkritisi setiap tampilan yang didengungkan serta program-program yang ditawarkan. Semuanya demi Indonesia, yang adalah rumah kita bersama.


*Penulis merupakan rohaniwan Katolik/Mahasiswa Program Doktor Studi Islam UIN Sunan Kalijaga Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Libur Lebaran Telah Usai, Layanan di Dinas Dukcapil Jogja Kembali Normal

Jogja
| Selasa, 16 April 2024, 15:07 WIB

Advertisement

alt

Agensi Ungkap Hasil Autopsi Kematian Park Bo Ram

Hiburan
| Senin, 15 April 2024, 19:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement