Advertisement

RIFKA ANNISA: Fenomena Dukun Cabul

Galih Eko Kurniawan
Sabtu, 14 Desember 2019 - 06:07 WIB
Galih Eko Kurniawan
RIFKA ANNISA: Fenomena Dukun Cabul Ilustrasi kekerasan seksual. - Harian Jogja

Advertisement

Halo Rifka Annisa, di daerah saya sedang ada kasus dukun cabul. Ada ibu-ibu di lingkungan saya yang sakit keras. Karena takut untuk periksa di rumah sakit, kemudian ia memutuskan untuk periksa di orang pintar. Di pertemuan pertama, kedua dan ketiga, ia datang bersama suami ke dukun tersebut.

Awalnya diminta memenuhi syarat, seperti memberi uang, ayam, dan lain-lain. Kemudian setelah itu, ia datang sendiri ke rumah dukun tersebut dan terjadilah perkosaan. Si Ibu diancam akan dibuat jadi gila ketika tidak menuruti permintaan dukun tersebut. Saat ini, pelaku sudah dilaporkan ke polisi.

Advertisement

Pertanyaan saya, bagaimana cara agar masyarakat teredukasi agar waspada terhadap modus seperti itu? Terima kasih.

Y
di Jogja

================================================
Halo Y di Jogja,
Kami ikut sedih dengan musibah yang dialami oleh korban. Yang perlu kita perhatikan dalam kasus ini adalah adanya hubungan timpang antara korban yang saat itu sebagai pasien, dengan pelaku sebagai penyembuh.

Pelaku seolah memiliki kuasa penuh atas kehidupan korban. Pola hubungan seperti ini bisa juga terjadi di dunia medis modern, misalnya antara dokter dengan pasien. Bisa dipahami karena ketika sakit, kita seperti menyerahkan hidup kita pada orang yang dipercaya bisa menyembuhkan. Namun, ini perlu disadari, karena dengan pola hubungan seperti ini sangat mudah untuk melakukan kejahatan apapun pada korban.

Masyarakat perlu dibangun pemahaman peristiwa ini bukanlah kesalahan korban. Kebetulan korban ditakut-takuti, dibuat tidak berdaya, dengan modus pelaku sebagai dukun. Di kesempatan lain bisa saja pelaku memakai modus yang berbeda, dengan pola yang sama yaitu korban ditakut-takuti dan dibuat merasa tidak berdaya. Dengan pemahaman ini, harapannya masyarakat lebih waspada dengan berbagai potensi kejahatan yanga ada, serta dapat mendukung upaya pemulihan korban. Menerima, dan tidak memberi stigma negatif pada korban.

Untuk mencegah peristiwa serupa terjadi, masyarakat dapat diedukasi perlunya hubungan setara dengan siapapun, dan melatih sikap serta perilaku asertif saat menghadapi masalah atau situasi darurat. Berani menolak atau berkata tidak ketika ada orang mengajak untuk melakukan sesuatu yang tidak disetujui. Apabila berada dalam situasi yang asing dan perlu kontak intensif, misalnya seperti periksa ke dokter, sebaiknya tidak dilakukan sendiri dan ada yang menemani sehingga jika terjadi sesuatu dapat menjadi saksi.

Apabila terjadi kembali seperti kasus di atas, tindakan darurat yang dapat segera dilakukan adalah minta agar korban jangan langsung mandi. Simpan semua baju dan barang yang dikenakan saat peristiwa, dan segera ke rumah sakit untuk mendapatkan pemeriksaan dan mendapatkan alat kontrasepsi darurat. Setelah itu kemudian melapor ke kepolisian.

Polisi akan meminta keterangan dari korban serta meminta laporan visum et repertum rumah sakit untuk melakukan visum. Prosesnya juga bisa dibalik, langsung ke kantor polisi baru kemudian ke rumah sakit, tergantung kesiapan korban.

Jika membutuhkan pendampingan lebih lanjut, dapat menghubungi lembaga layanan untuk perempuan dan anak korban kekerasan seperti Rifka Annisa atau Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) di setiap kabupaten, kota, atau provinsi terdekat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Dukung Kelestarian Lingkungan, Pemda DIY Mulai Terapkan Program PBJ Berkelanjutan

Jogja
| Kamis, 28 Maret 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Film Horor Gunakan Unsur Islam dalam Judul, MUI Sebut Simbol Agama Harus di Tempat yang Pas

Hiburan
| Selasa, 26 Maret 2024, 09:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement