Advertisement

OPINI: Gesit Dalam Ketidakpastian

Unggul Heriqbaldi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
Rabu, 01 April 2020 - 05:02 WIB
Galih Eko Kurniawan
OPINI: Gesit Dalam Ketidakpastian Ilustrasi Virus Corona (Covid/19)

Advertisement

Merebaknya pandemi Covid-19 telah mengubah kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di banyak negara, mulai dari terguncangnya sistem kesehatan nasional karena gelombang pasien yang tidak pernah terbayangkan jumlahnya, fatalitas kematian hingga lumpuhnya ekonomi.

Dari sisi ekonomi, first round effect pandemi ini adalah menurunnya konsumsi masyarakat akibat situasi yang menuntut setiap orang untuk melakukan isolasi diri. Kedua, hilangnya pekerjaan dari sebagian masyarakat, baik pekerja harian maupun pekerja di pabrik. Faktor kedua ini yang lebih mengkhawatirkan jika tidak ada bantuan pemerintah, apalagi jika penyebaran virus ini tak dapat dikendalikan dalam beberapa bulan ke depan. Perlu diketahui, konsumsi rumah tangga memegang peran 56,62% dari pembentukan Produk Domestik Bruto Indonesia tahun lalu.

Advertisement

Second round effect yang dirasakan ekonomi adalah menurunnya produksi, karena terhambatnya suplai bahan baku dan tenaga kerja di industri. Belum lagi jika mempertimbangkan faktor ketidakpastian di pasar valuta asing dan pasar keuangan yang menyebabkan impor bahan baku menjadi kian sulit. Gangguan sisi suplai industri ditambah dengan penurunan permintaan konsumsi masyarakat akhirnya menyebabkan menurunnya produksi dan penjualan.

Jika dimaknai lebih jauh, ini berarti kalau tidak ada perubahan positif dalam penanganan masalah kesehatan beberapa bulan ke depan, penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dipastikan kian dalam. Indonesia bersama 198 negara lainnya berada dalam situasi berat karena menghadapi masalah kesehatan yang besar dan tekanan ekonomi luar biasa.

Di tengah situasi ekonomi yang melemah, resep makro ekonomi menyatakan urgensi peran pemerintah dalam ekonomi untuk menyeimbangkan kembali permintaan yang menurun melalui kebijakan fiskal. Pemerintah harus aktif meningkatkan pengeluaran pemerintah melalui berbagai saluran sehingga aktivitas produksi nasional kembali bergulir dan terakselerasi. Peningkatan pengeluaran pemerintah juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga masyarakat memperoleh pendapatan dan memiliki daya beli kembali.

Peran pemerintah dalam ekonomi ini menjadi semakin sentral ketika masyarakat menghadapi masalah pandemi corona dengan magnitude sangat besar. Ekonom Pierre-Oliver Gourinchas (2020) bahkan mengatakan dalam situasi dunia saat ini, kebijakan fiskal pemerintah menjadi seperti intensive care unit, beds, and ventilators bagi sistem ekonomi. Dengan kata lain pemerintah adalah kunci bagi penyelamatan ekonomi.

Berkaitan dengan kebijakan fiskal, pertanyaan mendasarnya adalah apa yang harus disasar dan bagaimana strategi implementasinya. Di tengah situasi pelemahan ekonomi, yang harus menjadi sasaran utama pemerintah adalah memastikan setiap orang dan rumah tangga memiliki uang yang cukup untuk mengakses kebutuhan sehari-hari. Prioritas kedua, mengurangi tingkat kebangkrutan, baik UMKM maupun korporasi yang sifat produksinya padat karya.

Prioritas ketiga, meningkatkan anggaran kesehatan untuk penanganan pandemi. Mengapa prioritas ini sangat penting? Karena semakin lama pandemi ini terjadi, kian tinggi biaya ekonomi dan non ekonomi yang ditanggung masyarakat dan pemerintah. Berarti pemerintah harus memberikan bantalan ekonomi yang lebih besar dan lebih lama bagi masyarakat dan dunia usaha. Oleh karena itu, tercapai atau tidaknya tujuan program stimulus ekonomi tak terlepas dari kemampuan pemerintah dalam menyelesaikan masalah di sektor kesehatan.

Secara internal, pemerintah sendiri memiliki tantangan untuk memastikan bahwa kebijakan stimulus ekonomi efektif dan kredibel atau benar-benar tepat sasaran, tepat jumlah dan tepat waktu. Tantangan terbesar saat ini adalah ketepatan waktu. Secara teknokratik pemerintah mampu mendesain program stimulus yang tepat dengan acuan banyak negara dengan jumlah anggaran yang relatif memadai. Pekerjaan rumah penting lainnya adalah pada aspek ketepatan waktu dan implementasi program di lapangan.

Pemerintah harus gesit, misalnya dalam kemampuan kementerian melakukan penyesuaian anggaran dengan cepat agar mesin program bisa cepat berjalan di lapangan dan berdampak langsung ke masyarakat. Pola re-focusing dan realokasi tidak bisa lagi menggunakan business process seperti biasanya. Desperate situation needs desperate measures. Hal ini penting karena hanya dengan cara ini maka kebijakan stimulus dapat tepat waktu, mengenai sasaran dan dipandang kredibel oleh masyarakat serta pelaku ekonomi di pasar.

Dari sisi teknokrasi, rekomendasi yang dapat ditawarkan adalah, pertama, mengevaluasi kembali beberapa program stimulus dengan memprioritaskan pada pihak yang benar-benar paling rentan terdampak ekonominya.

Artinya, program fokus pada menjaga tingkat konsumsi rumah tangga dan pekerja yang telah di PHK atau tidak dapat bekerja karena keadaan. Untuk ini pemerintah dapat menetapkan peserta kartu Pra Kerja sementara waktu hanya bagi pekerja yang terkena PHK saja. Pemerintah juga dapat menetapkan fokus Dana Desa hanya pada Program Padat Karya Tunai, tidak untuk yang lain, agar bisa menciptakan lapangan pekerjaan di desa.

Supaya daya beli tetap terjaga, pemerintah daerah dapat mendukung pemerintah pusat dengan menciptakan program keluarga harapan plus dengan penambahan nilai manfaat. Kedua, fokus pada upaya meringankan beban UMKM dan industri padat karya. Misalnya dengan memberikan subsidi tagihan listrik UMKM dan industri padat karya.

Ketiga, investasi masif dalam sektor kesehatan untuk menghambat proses penularan lebih jauh dengan cara membuka unit pelaksana pengujian Covid-19 yang lebih banyak dengan kapasitas yang cukup, penyediaan ventilator dan peralatan medis yang memadai dan insentif bagi tenaga medis.

Dalam ketidakpastian yang tinggi tentu tidak ada ruang bagi policy error karena dampak akan dirasakan oleh masyarakat luas. Namun pada saat yang sama, keadaan sulit ini juga tidak memberikan kita luxury waktu yang panjang dalam mengambil keputusan. Jadi, kuncinya ada pada teknokrasi dan kelincahan birokrasi.

*Penulis merupakan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Digelontor Danais Rp2,57 Miliar, 4 Kalurahan di Menoreh Ini Bakal Bangun Instalasi Air Bersih

Kulonprogo
| Jum'at, 19 April 2024, 16:47 WIB

Advertisement

alt

Siap-Siap! Ini Jadwal dan Cara Ikut War Tiket Konser Sheila on 7

Hiburan
| Kamis, 18 April 2024, 20:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement