Advertisement

OPINI: Aspek Hukum Apartemen

N. Budi Arianto Wijaya, Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Jum'at, 04 September 2020 - 05:02 WIB
Galih Eko Kurniawan
OPINI: Aspek Hukum Apartemen Ilustrasi apartemen - Bisnis Indonesia/Paulus Tandi Bone

Advertisement

Membeli apartemen adalah alternatif untuk mempunyai tempat tinggal selain rumah tapak. Mahalnya harga rumah tapak di kawasan perkotaan membuat banyak penawaran apartemen dengan mengedepankan tempat tinggal yang tidak jauh dari pusat kota, tidak jauh dari tempat kerja atau sekolah anak-anak.

Kebanyakan apartemen dipasarkan sebelum dibangun atau sedang proses pembangunan. Pembeli yang membeli pada saat awal dipasarkan akan mendapatkan potongan harga, hanya saja ada beberapa kejadian ketika pembeli apartemen tertipu karena apartemennya tidak jadi dibangun dan uangnya tidak kembali.

Advertisement

Pada 2019 lalu Polda DIY menetapkan tersangka penipuan jual beli apartemen di Sinduadi Sleman, sebelumnya pada 2016 di DIY mencuat penipuan pembangunan apartemen di Jalan Laksda Adisutjipto. Penipuan penjualan apartemen terjadi di kota lainnya seperti pada Agustus 2019 muncul pemberitaan penjualan apartemen fiktif di Ciputat menelan korban 455 orang dengan total kerugian mencapai Rp30 miliar.

Pelaku membuat brosur untuk menawarkan apartemen dengan harga murah dengan berbagai bonus hadiah menarik.Hampir semua kejadian mempunyai ciri-ciri yang sama yaitu menjual apartemen dalam bentuk brosur, belum ada pembangunan apartemennya.

Maraknya penipuan penjualan apartemen tidak terlepas dari ketidaktahuan masyarakat mengenai aspek hukum apartemen.Di Indonesia apartemen diatur dalam Undang-Undang No.20/2011 tentang Rumah Susun. UU ini membedakan empat macam rumah susun (rusun), yaitu rumah rusun umum yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, rusun khusus yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus, rusun negara sebagai tempat tinggal bagi pejabat dan/atau pegawai negeri dan rusun komersil yaitu rusun yang diselenggarakan untuk mencari keuntungan termasuk apartemen.

Pada UU Rumah Susun diatur persyaratan yang harus dipenuhi oleh developer yang akan memasarkan apartemen.Prinsipnya diatur developer dapat melakukan pemasaran apartemen sebelum pembangunan dilaksanakan dengan persyaratan kepastian peruntukan ruang ditunjukan melaui surat keterangan rencana kota yang sudah disetujui oleh pemerintah daerah,kepastian hak atas tanah ditunjukan adanya sertifikat atas tanah ,kepastian penguasaan rusun ditunjukan dengan hasil pertelaan dari pemerintah daerah,perijinan pembangunan rusun ditunjukan adanya IMB,jaminan atas pembangunan rusun dari lembaga penjamin berupa surat dukungan baik bank maupun nonbank.

Kepemilikan Apartemen
Bukti kepemilikan apartemen berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) Sarusun dan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG). SHM Sarusun adalah tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan,SHM Sarusun diterbitkan oleh kantor pertanahan kabupaten/kota.

SKBG Sarusun adalah tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa.SKBG sarusun diterbitkan oleh instansi teknis kabupaten/kota yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang bangunan gedung

Kepemilikan atas suatu apartemen dipengaruhi oleh status hak atas tanah tempat bangunan apartemen berdiri. Apartemen yang dibangun developer tidak berdiri diatas tanah hak milik karena developer tidak bisa sebagai pemegang hak milik, maka jangka waktu kepemilikan apartemen ada batasnya. Jangka waktunya berdasarkan jangka waktu penguasaan hak atas tanah berdasarkan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai diatas tanah Negara dan diatas Hak Pengelolaan.

HGB jangka waktu maksimal 30 tahun, dapat diperpanjang maksimal 20 tahun dan dapat diperbaharui untuk maksimal 30 tahun, sehingga totalnya menjadi maksimal 80 tahun. Hak pakai untuk jangka waktu maksimal 25 tahun, dapat diperpanjang maksimal 20 tahun dan dapat diperbarui untuk maksimal 25 tahun sehingga totalnya menjadi maksimal 70 tahun.

Perlu menjadi catatan yang dimaksud jangka waktu adalah jangka waktu sejak pertama kali diperolehnya HGB dan Hak Pakai oleh pemegang hak pertama, peralihan hak kepada pemegang berikutnya dengan jangka waktu yang masih tersisa dan tidak dimulai dari awal lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Dukung Kelestarian Lingkungan, Pemda DIY Mulai Terapkan Program PBJ Berkelanjutan

Jogja
| Kamis, 28 Maret 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Film Horor Gunakan Unsur Islam dalam Judul, MUI Sebut Simbol Agama Harus di Tempat yang Pas

Hiburan
| Selasa, 26 Maret 2024, 09:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement