Advertisement

OPINI: Deliberasi Publik Alternatif di Tingkat Lokal

Arie Hendrawan, Pegiat Demokrasi Digital, Alumnus S2 Ilmu Politik Undip
Rabu, 03 Maret 2021 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Deliberasi Publik Alternatif di Tingkat Lokal Ilustrasi demokrasi. - nigerianeye.com

Advertisement

Banyak riset dan kajian tentang demokrasi yang menyebutkan, bahwa program Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) adalah praktik ideal (best practice) dari demokrasi deliberatif di Indonesia. Analisis tersebut bisa jadi benar, sebab Musrenbang merupakan kegiatan yang mampu mengakomodasi deliberasi (musyawarah) di tingkat lokal dalam term demokrasi deliberatif.

Demokrasi deliberatif sendiri adalah model demokrasi yang dipopulerkan oleh J. Habermas. Pada intinya, demokrasi deliberatif “menekankan” aspek pengambilan keputusan dengan deliberasi di ruang publik. Oleh sebab itu, demokrasi deliberatif meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses formulasi aspirasi dan opini, sehingga keputusan yang diambil dapat mendekati harapan masyarakat.

Advertisement

Namun, apakah Musrenbang menjadi satu-satunya manifestasi praktik demokrasi deliberatif pada tingkat lokal? Tentu saja tidak. Masih ada banyak kegiatan deliberasi yang dapat diterapkan di daerah. Apalagi, secara praksis, demokrasi deliberatif juga memiliki relasi yang erat dengan demokrasi kultural Indonesia, yakni musyawarah mufakat. Hanya saja, keduanya berbeda secara historis dan teoretis.

Dialog Langsung

Kegiatan pertama yang bisa menjadi alternatif deliberasi lokal adalah dialog publik berkala. Dialog publik berkala dapat dilaksanakan secara langsung dengan mengajak aktor-aktor dari pemerintah dan masyarakat untuk duduk bersama guna melakukan musyawarah. Forum dialog bisa mengangkat berbagai persoalan aktual di tengah-tengah masyarakat, seperti terkait dengan kebijakan dan pelayanan publik.

Dari eksekutif, pihak yang perlu dihadirkan adalah kepala daerah dan/atau pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sesuai dengan topik yang diangkat. Sementara itu, dari unsur masyarakat, semua masyarakat umum bisa datang, misalnya kelompok tani, pelaku UMKM, Ormas, dan masyarakat umum lain yang terdampak atau mempunyai relevansi dengan kebijakan maupun pelayanan publik yang sedang dibahas.

Dialog publik semacam itu pernah diimplementasikan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro saat era kepemimpinan transformasional Kang Yoto. Saban hari Jumat di pendopo kabupaten, pemerintah dan masyarakat melakukan dialog publik langsung tanpa keprotokoleran yang rigid. Inisiatif itu kemudian meraih apresiasi di tingkat dunia dalam ajang Open Government Partnership (OGP) pada 2016.

Forum Multipihak

Gagasan lain yang juga bisa dieksplorasi sebagai alternatif deliberasi di tingkat lokal yaitu multistakeholders forum (forum multipihak). Forum multipihak adalah kegiatan yang berisi diskusi pertukaran opini secara partisipatif antara penyelenggara layanan publik (pemerintah) dengan publik (masyarakat). Adapun isu yang diangkat berasal dari masalah-masalah di masyarakat yang memerlukan pembahasan intensif.

Forum multipihak sebenarnya identik dengan dialog publik berkala yang menghadirkan pemerintah dan masyarakat untuk berdiskusi. Namun, forum multipihak bisa dilakukan secara insidental sesuai dengan aspirasi dan pengaduan yang disampaikan oleh publik melalui kanal-kanal pengaduan pemerintah. Di sini, pemerintah dapat berkolaborasi dengan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) lokal sebagai fasilitator.

Forum multipihak juga bukan gagasan yang baru, sebab di negara-negara anggota OGP—termasuk Indonesia—sudah menerapkan inisiatif tersebut. Meskipun, sifatnya masih sebatas pilot project. Pemerintah Kota Semarang menjadi salah satu yang telah mengimplementasikannya. Di sana, forum multipihak dilaksanakan dengan tema dari tren laporan masyarakat di akun-akun media sosial resmi pemerintah.

 

Deliberasi Virtual

Terkait dengan media sosial sebagai sumber referensi untuk penentuan tema forum multipihak. Di sini, media sosial juga dapat difungsikan sebagai ruang deliberasi lokal alternatif yang berikutnya. Berbagai akun media sosial pemerintah, mampu menjadi ruang publik baru (cyberspace) untuk mengakomodasi deliberasi. Pada konteks ini, dilakukan secara virtual antara pemerintah daerah dengan masyarakat.

Untuk mewujudkan deliberasi virtual, selain dengan media sosial, pemerintah daerah juga dapat menggunakan portal Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat yang telah berlaku secara nasional serta terintegrasi dengan sistem pengaduan pemerintah daerah. Namun, juga bisa berinovasi dengan platform digital lain, salah aplikasi pesan instan Telegram di mana fitur grupnya dapat memuat hingga 200.000 anggota.

Saat ini, seiring dengan perkembangan teknologi, deliberasi virtual juga tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang “asing”. Apalagi masyarakat di era Pandemi Covid-19 seperti sekarang telah adaptif dengan model komunikasi digital untuk menghindari kontak fisik secara langsung. Di samping itu, perlahan tetapi pasti, semakin banyak masyarakat kita yang telah melek teknologi dengan infrastruktur mumpuni.

 

Efisien-Responsif

Dari kajian di atas, setiap gagasan alternatif deliberasi memiliki keunggulan masing-masing. Dialog publik berkala secara langsung misalnya, akan lebih cocok diterapkan pada daerah dengan karakteristik rural. Di daerah tersebut, umumnya masih terjadi digital divide (ketimpangan digital), baik itu dari segi demografis maupun geografis. Oleh sebab itu, dialog langsung menjadi alternatif yang paling realistis.

Sementara itu, deliberasi virtual akan lebih tepat ketika diaplikasikan di daerah yang berciri urban. Hal itu dikarenakan masyarakat pada kawasan urban yang relatif melek teknologi, sehingga bisa memungkinkan deliberasi virtual dapat berjalan secara ideal. Demikian juga dengan forum multipihak, sebab penentuan topiknya berbasis trend laporan publik di kanal-kanal pengaduan digital pemerintah.

Terakhir, ada nilai plus dari beberapa alternatif deliberasi lokal di atas dibandingkan dengan Musrenbang. Pertama, efisiensi, ketiganya memangkas prosedur hierarki yang berlaku dalam pelaksanaan Musrenbang, sehingga kegiatan menjadi jauh lebih efisien. Kedua, responsivitas, dua alternatif deliberasi lokal (forum multipihak dan deliberasi virtual) bersifat insidental, jadi akan lebih cepat merespons persoalan publik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pemda DIY Siapkan Rp1 Miliar untuk Beasiswa Perguruan Tinggi

Gunungkidul
| Senin, 20 Mei 2024, 23:57 WIB

Advertisement

alt

Lagu Rohani Kristen Country yang Ngena Banget, Jesus Take the Wheel

Hiburan
| Sabtu, 18 Mei 2024, 23:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement