Advertisement

OPINI: Kebijakan Pelarangan Ekspor CPO

Pradnyawati, Analis Investigasi dan Pengamanan Perdagangan Ahli Utama
Senin, 09 Mei 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Kebijakan Pelarangan Ekspor CPO

Advertisement

Pemerintah memutuskan melarang ekspor bahan baku minyak goreng. Aturan ini lebih lanjut dijabarkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 22/2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein) dan Used Cooking Oil (UCO).

Presiden Joko Widodo memandang kebutuhan minyak goreng dalam negeri merupakan prioritas. Beliau mengakui kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng tersebut dapat berdampak negatif, di antaranya pengurangan produksi dan hasil panen sawit petani yang tidak terserap.

Advertisement

Tulisan ini tidak akan larut dalam pro-kontra keputusan Pemerintah, melainkan akan meninjau kebijakan larangan ekspor ini dari ketentuan perdagangan internasional seraya mengidentifikasi potensi tantangan yang akan muncul dan langkah ke depan.

Aturan perdagangan internasional secara umum melarang keras tindakan restriksi ekspor (termasuk pelarangan ekspor) oleh negara anggota. Hal ini karena dampaknya sangat signifikan tidak saja untuk keseimbangan supply dan demand dunia, tetapi juga akan mempengaruhi harga internasional dan keterbukaan arus perdagangan barang global.

Artikel XI Perjanjian GATT 1994, misalnya, melarang opsi restriksi ekspor selain yang dilakukan melalui instrumen tarif, pajak atau pungutan lain. Namun pada bagian lain, WTO mengizinkan anggotanya menerapkan restriksi yang bersifat sementara guna mencegah atau mengatasi kondisi kritis/kelangkaan bahan pangan/barang esensial lain di negara anggota.

Langkah kebijakan pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng, dengan demikian, dapat dijustifikasi oleh ketentuan perdagangan internasional karena beleid tersebut bersifat sementara.

Namun, pemerintah perlu memiliki patokan batas waktu yang jelas dalam terminologi sementara tersebut karena tanpa kejelasan waktu kebijakan akan berdampak negatif baik bagi stakeholders sawit maupun terhadap penerimaan negara.

Restriksi ekspor untuk produk dimaksud akan membawa efek turunnya harga domestik. Apabila harga bahan baku di dalam negeri murah maka sebagai konsekuensi logisnya harga produk jadi yang dihasilkannya pun akan sangat kompetitif. Kondisi ini boleh jadi akan membawa tantangan bagi industri pengolah, yaitu produsen minyak goreng, produk oleochemical atau biodiesel.

Selama ini produk jadi turunan sawit seperti minyak goreng, produk oleochemical atau biodiesel yang menggunakan bahan baku CPO menjadi produk andalan ekspor Indonesia yang diekspor secara bebas ke manca negara. Pada saat harga bahan baku di dalam negeri menjadi murah secara artifisial (bukan karena keseimbangan supply dan demand, tetapi akibat penerapan larangan ekspor), maka potensi tuduhan trade remedy dari negara mitra, baik dalam bentuk tuduhan anti-dumping atau tuduhan anti-subsidi.akan meningkat.

Pasalnya, industri pengolah dalam negeri akan dianggap memperoleh keuntungan secara “unfair” dalam bentuk harga ekspor yang kompetitif karena harga bahan baku terdistorsi akibat suplai yang melimpah karena larangan ekspor. Kondisi itu akan memancing protes industri barang jadi sejenis di negara tujuan ekspor yang merasa tersaingi secara tidak wajar.

Mereka akan merasa terancam oleh produk asal impor dengan harga murah itu dan akan mendorong produsen barang serupa di negara mitra untuk memohon investigasi anti-dumping atau anti-subsidi kepada otoritas investigasi setempat.

PERLU YURISPRUDENSI

Jurus penangkal apa yang perlu dipersiapkan? Beberapa kasus sengketa dagang internasional telah memberikan panduan yurisprudensi yang tidak berpihak pada opsi penggunaan instrumen trade remedy untuk mengompensasi restriksi ekspor.

Dalam sengketa mengenai subsidi antara Kanada dan AS, misalnya, Panel WTO menolak argumen AS bahwa larangan ekspor kayu gelondongan oleh Kanada merupakan bentuk subsidi bagi eksportir produk olahan kayu negara itu berkat harga bahan baku yang murah. Rekomendasi badan peradilan WTO tersebut adalah tidak mengizinkan AS mengenakan bea masuk anti-subsidi sebagai kompensasi kebijakan restriksi ekspor Kanada.

Yurisprudensi kasus ini dapat menjadi jurus penangkal bila ada tuntutan trade remedy dari negara mitra guna mengompensasi restriksi ekspor.

Akhirnya, kita menghormati putusan Pemerintah melalui Permendag No. 20/2022 yang menegaskan bahwa larangan ekspor bahan baku minyak goreng ini bersifat sementara. Namun, sifat sementara ini seyogianya diikuti target waktu dan parameter keberhasilan yang jelas.

Guna meminimalisir ketidakpuasan dari negara mitra dagang dan untuk demi kepastian kelangsungan bisnis maka Pemerintah perlu memperhatikan transparansi dalam tatalaksana larangan ekspor dalam bentuk notifikasi pemberitahuan kepada negara mitra melalui WTO.

Juga segera mencabut larangan ekspor terhadap CPO, RBDPO, RBD Palm Olein dan UCO jika kebutuhan pokok masyarakat di dalam negeri sudah terpenuhi karena pada dasarnya mudharat larangan ekspor produk ini melebihi manfaatnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jaring Bakal Calon Bupati Pilkada, PKS Kulonprogo: 3 Kader Internal, 6 Tokoh Masyarakat

Kulonprogo
| Selasa, 16 April 2024, 21:37 WIB

Advertisement

alt

Agensi Ungkap Hasil Autopsi Kematian Park Bo Ram

Hiburan
| Senin, 15 April 2024, 19:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement