Advertisement

OPINI: Startup, Fintech & Sustainabilitas

Abdurrahman, Ekonom Bank Indonesia
Jum'at, 17 Juni 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Startup, Fintech & Sustainabilitas Ilustrasi teknologi finansial - Flickr

Advertisement

Startup digital yang sempat booming selama pandemi Covid-19, kini mulai mengalami perlambatan, ditandai dengan maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) baik startup domestik maupun global. Perlambatan ini tentu dikhawatirkan berdampak pada sustainabilitas keuangan pelaku startup. Kondisi ini jangan sampai merambat pada startup sektor keuangan (fintech). Sustainabilitas keuangan fintech jadi hal yang krusial, karena dapat berdampak langsung bagi masyarakat dan kepercayaan atas sistem keuangan.

Belum lama kita dikagetkan dengan banyaknya kabar PHK beberapa startup lokal terkemuka seperti Zenius, JD.ID, hingga TaniHub. Fenomena PHK tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain. Pengurangan pegawai di Netflix, Booking.com, dan Airbnb jadi beberapa contoh relevan. Angka PHK startup yang mencapai sekitar 16.000 pegawai, bahkan menjadi yang terburuk sejak Juni 2020.

Advertisement

Ini jadi kabar yang sangat mengejutkan, karena saat berbagai sektor ekonomi mengalami kemunduran di masa pandemi Covid-19, startup khususnya di sektor teknologi justru terus tumbuh dan menerima rangkaian seri pendanaan yang cukup masif. Saham teknologi mencapai All Time High, beberapa startup teknologi memulai IPO di pasar saham, dan Modal Ventura menyalurkan rangkaian pendanaan yang sangat tinggi, dengan anggapan bahwa pandemi telah mengakselerasi adopsi teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari.

Apakah sektor digital sedang memasuki masa sunset? Tidak. Sektor teknologi masih akan jadi sektor yang menjanjikan di masa depan. Perubahan perilaku masyarakat telah terjadi, bahkan survei Bain menyatakan adopsi layanan digital akan terus tumbuh karena adanya kenyamanan konsumen yang mendorong perubahan perilaku konsumen. Penggunaan layanan digital bagi merchant juga telah menjadi kebiasaan baru. Angka-angka transaksi pembayaran digital juga terus menunjukkan pembayaran. Lalu apa yang menjadi soal?.

Kebijakan berbagai bank sentral di dunia yang mulai melakukan normalisasi kebijakan melalui peningkatan suku bunga, diyakini jadi salah satu pemantik. Cost of fund yang kian mahal, membuat investor jadi semakin selektif dalam melakukan pendanaan, berfokus pada startup dengan model bisnis yang sustain dan menjanjikan keuntungan.

The Honeymoon is over. Masa-masa kebijakan yang ekstra longgar akan berakhir, likuiditas yang melimpah akibat quantitative easing tidak lagi dinikmati oleh investor saat ini. Startup perlu menyusun kembali rencana bisnis dan road to profitability yang terukur.

Keberadaan investor punya peranan sangat penting dalam keberlangsungan bisnis startup, suntikan pendanaan investor mendukung startup untuk me-leverage ide dan inovasi nya menjadi sebuah bisnis yang menjanjikan. Beberapa indikator yang digunakan oleh investor untuk menilai kelayakan investasi pada sebuah startup, selama ini masih berbasis pada skalabilitas atau pertumbuhan. Beberapa yang umum digunakan, misalnya Gross Merchandise Value (GMV), Monthly Active User (MAU), dan Retention Rate. Ukuran-ukuran tersebut bahkan seringkali dianggap lebih penting dari profitabilitas, startup dituntut investor mencapai ukuran skalabilitas tertentu untuk mengamankan pendanaan.

Namun demikian, di masa-masa pengetatan likuiditas saat ini, investor melakukan pergeseran pada orientasi profitabilitas ketimbang skalabilitas. Beberapa startup, akibat nya perlu melakukan efisiensi untuk menekan beban, salah satunya melalui penekanan biaya SDM.

Bagi regulator keuangan, keberlangsungan keuangan startup di sektor keuangan (fintech) jadi sangat penting terutama bagi fintech yang mengelola dana masyarakat seperti Uang Elektronik. Sustainabilitas keuangan fintech Uang Elektronik dapat secara langsung berdampak bagi masyarakat dan kepercayaan atas sistem keuangan. Kolapsnya Terra-Luna dan temuan audit atas pengelolaan reserve USDT, jadi contoh bagaimana di tengah cepatnya inovasi di sektor keuangan, aspek prudensial jadi hal yang tidak kalah penting untuk dikedepankan.

Bank sentral di berbagai negara jadi frontier untuk menjamin sustainabilitas keuangan fintech di bidang sistem pembayaran. Sustainabilitas keuangan fintech semakin krusial di tengah peran fintech yang juga semakin signifikan di lanskap industri sistem pembayaran. Merespon hal ini, sebagian besar yurisdiksi, mensyaratkan kewajiban permodalan baik initial capital maupun ongoing capital bagi penyelenggara Uang Elektronik sebelum mendapatkan izin. Kewajiban permodalan ini umumnya dikaitkan dengan besaran dana yang dikelola.

Bank Indonesia (BI) juga mengambil pendekatan serupa untuk menjamin sustainabilitas keuangan fintech Uang Elektronik. Melalui reformasi regulasi yang ditandai dengan penerbitan PBI Sistem Pembayaran dan PBI Penyedia Jasa Pembayaran/Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PJP/PIP) di 2021, BI melakukan penataan kembali industri sistem pembayaran salah satunya dari aspek permodalan dan keuangan. Aspek permodalan dan keuangan ini mencakup persyaratan permodalan baik initial capital dan ongoing capital, analisis kelayakan, dan juga proyeksi bisnis. Pengawasan secara ketat juga dilakukan atas penempatan dari dana kelolaan, tujuannya tentu untuk menjamin bisnis fintech dijalankan secara terukur dan juga sustainable.

Persyaratan permodalan yang semula dianggap terlalu memberatkan oleh sebagian pihak, kini menunjukkan relevansinya untuk diterapkan. Keseimbangan antara growth dan profitabilitas jadi prinsip penting bagi fintech dalam menjalankan bisnisnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pertobatan Ekologis dan Persoalan Sampah Jadi Topik Peragaan Jalan Salib di Gereja Ini

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 15:27 WIB

Advertisement

alt

Rela, Ungkapan Some Island tentang Kelam, Ikhlas dan Perpisahan

Hiburan
| Jum'at, 29 Maret 2024, 09:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement