Advertisement

OPINI: Value Investing Bagi Investor

Joeliardi Sunendar, Founder JSPortofolio, Penasihat Investasi
Jum'at, 24 Juni 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Value Investing Bagi Investor Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (9/5/2022). Bisnis - Fanny Kusumawardhani

Advertisement

Dinamika pasar modal Indonesia di waktu mendatang cukup menjanjikan. Kapitalisasi pasar, jumlah dan keragaman emiten di pasar modal Indonesia terus meningkat, begitupun dengan jumlah investor ritel.

Dari data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor pada Februari 2022 sudah mencapai 8 juta orang lebih atau naik lebih dari sepuluh kali lipat dibandingkan 5 tahun yang lalu. Sebaliknya, dari data yang dimiliki Bursa Efek Indonesia (BEI), penambahan jumlah investor didominasi oleh milenial dan Gen Z, berusia di bawah 30 tahun, mewakili 57,49% dari total seluruh investor di Indonesia.

Advertisement

Pasar modal memang menawarkan kesempatan yang setara kepada siapa saja untuk dapat ambil bagian jadi pemilik perusahaan bersama-sama. Saham merupakan salah satu jenis aset yang terbukti bisa memberikan imbal hasil terbaik, dibanding jenis aset lainnya, seperti deposito atau obligasi.

Sebut saja indeks harga saham gabungan (IHSG) yang dalam 21 tahun terakhir (2000—2021) telah bertumbuh sekitar 1.482%, dari angka 416 ke 6.581 atau sekitar 15x lipat. Sebagai ilustrasi, kenaikan hampir 15x lipat, dapat menjadikan uang Rp100 juta, berubah menjadi Rp 1,5 miliar. Di sini kita dapat melihat jelas, bahwa berinvestasi di pasar modal melalui saham berpotensi memberikan imbal hasil yang jauh lebih baik.

Sementara itu, dalam dunia investasi saham, terdapat konsep value investing yang menempatkan investor sebagai “pemilik perusahaan”, sehingga keputusan berinvestasi para investor dilandaskan pada bisnis perusahaan yang menerbitkan gambaran kinerja dan kondisi perusahaan tersebut, bukan sekadar nilai yang terlihat di lembar saham.

Di sisi lain, kita melihat bahwa masih kurangnya pemahaman para investor terhadap konsep berinvestasi secara memadai. Ditambah dengan fakta bahwa semakin banyak beredarnya berbagai informasi di social media dan influencer yang nyaris tak terbatas, namun berpengaruh besar terhadap pengambilan keputusan seseorang dalam berinvestasi.

Kemudahan mendapatkan informasi, baik itu valid atau tidak, mengubah cara pandang pelaku pasar. Saham, sebagai sarana investasi diperlakukan sebagai lembaran yang dapat diperjualbelikan setiap saat yang seringkali tidak berhubungan dengan kinerja dan potensi perusahaan yang sahamnya diperjualbelikan.

Bagi para investor yang lebih menitikberatkan spekulasi—mencari keuntungan dalam waktu singkat—dalam kegiatan jual-beli sahamnya, motivasi utama pembelian saham lebih didasarkan kepada “Apa yang akan terjadi pada harga saham” bukan “Nilai seperti apa yang didapatkan dengan membeli saham pada harga yang dibayarkan”. Fokus kepada harga yang terjadi setiap saat itu, menjadikan harga (price) diperlakukan sebagai referensi nilai (value) sebuah perusahaan. Pemilahan dua kata ini, price dan value, menjadi akar dari value investing.

Tugas seorang value investor adalah memanfaatkan peluang yang ditawarkan pasar, untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi dari harga yang dibayarkan. Walau dalam jangka pendek, harga di pasar mungkin berfluktuasi. Secara jangka panjang, jika perusahaan memiliki kinerja yang baik, maka harga yang terbentuk di pasar akan mengikutinya, sesuai dengan nilai perusahaan itu.

Di sisi lain, value investor yang cermat dalam mengelola uangnya akan memahami diversifikasi merupakan elemen yang penting saat berinvestasi di pasar modal. Ketika melakukan alokasi dana portofolio, banyak investor yang menilik komponen emas sebagai instrumen lindung nilai atau hedging.

Bagi kita yang tinggal di Indonesia, komoditas emas yang denominasinya dalam dolar AS memberikan perlindungan ganda, yaitu atas inflasi secara umum dan atas pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Emas tergolong cukup resisten, serta memiliki kecenderungan mengumpulkan nilai ketika pasar terguncang.

Selain berinvestasi emas dengan cara konvesional seperti membeli emas fisik, dapat juga investor lakukan melalui kepemilikan saham perusahaan yang berkecimpung dalam bisnis emas. Ini bisa menjadi cara kita melakukan hedging untuk melindungi nilai aset kita. Salah satunya adalah melalui saham yang memiliki underlying asset di komoditas emas, seperti PT Archi Indonesia Tbk. (ARCI).

Penawaran umum perdana (IPO) saham ARCI di pertengahan 2021 lalu cukup menarik perhatian. Pada tahun 2020, ARCI mencatat laba sekitar Rp 1,7 triliun, dari nilai penjualan sekitar Rp 5,5 triliun. Dengan modal sekitar Rp 1,3 triliun, ROE ARCI setara 130%, metrik yang lazimnya hanya dapat ditemukan pada perusahaan dengan struktur modal yang efisien, menjadikan ARCI hanya satu dari dua perusahaan di BEI yang mencatatkan ROE di atas 100%.

Di tengah gejolak pasar yang masih berlangsung kini, untuk menjadi seorang value investor yang baik, pilihan berinvestasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan faktor risiko yang ada. Jika dikatakan bahwa orang bijak tidak menyimpan semua telurnya dalam sebuah keranjang, maka value investor pasti menaruh uangnya di berbagai investasi, demi menjaga potensi risikonya.

Dengan demikian, berinvestasi pada instrumen yang membantu hedging, seperti emas, atau saham perusahaan penghasil emas, dapat menjadi pertimbangan untuk para value investor yang mengejar nilai jangka panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Baliho Menjamur di Jalanan Sleman, Lurah Banyurejo Siap Maju di Pilkada 2024

Sleman
| Jum'at, 19 April 2024, 20:07 WIB

Advertisement

alt

Siap-Siap! Ini Jadwal dan Cara Ikut War Tiket Konser Sheila on 7

Hiburan
| Kamis, 18 April 2024, 20:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement