Advertisement

OPINI: Menuju Sehat APBN & Ekonomi

Gatot Priyoharto, Kepala Subdirektorat Efisiensi Proses Bisnis Logistik National Single Window (NSW) Kementerian Keuangan
Selasa, 20 September 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Menuju Sehat APBN & Ekonomi

Advertisement

Perekonomian nasional sama halnya dengan kondisi kesehatan manusia. Selama lebih dari 2 tahun terakhir, Indonesia atau dunia kondisi kesehatannya mengalami tekanan. Perekonomian mengalami lesu darah dan sangat membutuhkan stimulus.

Perekonomian nasional pada 2022 diprediksi terus pulih. Indikator kesehatan aktivitas ekonomi, hingga ekspor/impor terlihat membaik. Alhasil, IMF dan World Bank (WB) kompak memproyek­­si tahun 2022 ini tumbuh ma­­sing-masing 5,3% dan 5,1%.

Advertisement

Menuju tahun 2023, sepertinya tidak akan lebih mudah. Mengingat ancaman krisis tahun ini dan tahun depan berbeda dengan 1998 ataupun 2008 yang tematik. Dunia saat ini diancam dengan hattrick krisis, yaitu energi, pangan, hingga keuangan.

Asumsi dasar ekonomi makro pada APBN 2023, yaitu pertumbuhan ekonomi 5,3%, inflasi 3,6%, nilai tukar Rp14.800/US$, suku bunga SUN 10 tahun 7,9%, harga minyak mentah Indonesia US$90/barel, lifting minyak 660.000 barel/hari, dan lifting gas 1,1 juta barel setara minyak/hari.

Sedangkan pada postur sementara APBN Tahun 2023, pendapatan negara ditetapkan Rp2.463 triliun. Angka tersebut terdiri atas penerimaan perpajakan Rp2.021,2 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp441,4 triliun. Penerimaan perpajakan sendiri berasal dari pajak, yaitu Rp1.718 triliun, serta kepabeanan dan cukai yang Rp303,2 triliun.

Situasi APBN tahun 2023, berbeda dengan APBN pada 3 tahun sebelumnya. Fleksibilitas defisit yang tadinya diperkenankan di atas 3%, sudah tidak berlaku. UU No. 2/2020 yang memberikan keleluasaan pelebaran defisit anggaran, hanya sampai dengan 2022.

Normalisasi defisit, tentu harus disiasati dengan konsolidasi fiskal dan belanja yang efektif. Penerimaan negara sebagai salah satu sumber pembiayaan belanja negara dan subsidi, harus resilien serta optimal menggali potensinya.

Penerimaan perpajakan sangat terpengaruh oleh denyut ekonomi nasional. Kinerja NP, misalnya, memang diperkirakan masih surplus namun tidak sekuat tahun-tahun sebelumnya. Booming harga komoditas yang menjadi windfall selama 2 tahun terakhir, diperkirakan mulai termoderasi.

Instrumen APBN dapat berfungsi menjaga organ-organ penting perekonomian. Fokus diberikan kepada pertumbuhan ekonomi, yaitu mendorong investasi dan ekspor, serta menjaga konsumsi di atas 5% dengan mengerahkan bermacam instrumen policy.

Stimulus fiskal bisa menjadi salah satu pilihan. Tetapi dengan terkuncinya batas defisit, menjadi masalah tersendiri bagi kesehatan APBN. Pilihan memaksimalkan stimulus non-fiskal atau kemudahan prosedural menjadi lebih feasible. Meski tidak berdampak seketika, namun pilihan ini dapat menguatkan fundamental perekonomian melalui pertumbuhan investasi dan ekspor.

Penataan logistik nasional melalui program National Logistic Ecosystem (NLE), misalnya, bila terus diperkuat dapat mendorong efisiensi waktu dan juga biaya. NLE pada Inpres No. 5/2020, menata logistik melalui simplifikasi proses bisnis pemerintah, kolaborasi platform, pembayaran, hingga tata ruang dan infrastruktur.

Pemerintah dapat mengoptimalkan perizinan fasilitasnya, sehingga menciptakan efisiensi dan efektifitas layanan pemberian fasilitas. Pengembangan otomasi pelayanan, dapat mewujudkan pelayanan yang efektif dan efisien, karena mengurangi tatap muka, serta meningkatkan kecepatan layanan. Simplifikasi layanan dibuat terpadu, sehingga tidak terjadi duplikasi maupun repetisi proses dokumen.

Kolaborasi antar kementerian/lembaga (K/L) jangan dilupakan. Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) dapat dimaksimalkan dalam menata proses bisnis yang melibatkan banyak K/L. Pemeriksaan yang tadinya dilakukan sendiri-sendiri, bisa dilakukan bersama seperti pada Pabean dan Karantina.

Kemudahan prosedural akan memangkas waktu dan biaya. Alur pasokan barang kebutuhan industri menjadi terjaga dan lancar. Kinerja industri dengan daya saing yang baik, tentu menjadi daya tarik investasi terutama investasi langsung (Foreign Direct Investment/FDI).

Peningkatan investasi (FDI) akan menambah volume produksi (ekspor) dan nilai tambah produksi nasional. Selain itu investasi juga dapat mendorong serapan tenaga kerja, yang kemudian meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus daya beli (konsumsi).

Kesehatan organ-organ penting ekonomi nasional, terindikasi masih mengalami pemulihan hingga kini. Namun, tekanan dan ancaman geopolitik dan ekonomi global belum reda. Menteri Keuangan pada acara HSBC Summit 2022 bahkan mengingatkan, bahwa perubahan iklim memberi ancaman lebih luas dibandingkan dengan pandemi Covid-19.

Indonesia perlu untuk menggunakan instrumen alternatif pemulihan ekonomi. Stimulus fiskal yang terasa sekali dominasinya dalam 3 tahun terakhir, harus mulai berlahan dikurangi.

Saatnya inovasi dan strategi kebijakan, mengambil peran lebih. Syukurnya, Menteri Keuangan sudah menyiapkan strategi dengan mendorong peningkatan pengawasan berbasis data, teknologi, dan analisis risiko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Top 7 News Harianjogja.com Sabtu 20 April 2024: Normalisasi Tanjakan Clongop hingga Kuota CPNS

Jogja
| Sabtu, 20 April 2024, 09:47 WIB

Advertisement

alt

Peringatan Hari Kartini 21 April: Youtube Rilis Dokumenter Perempuan Kreator

Hiburan
| Sabtu, 20 April 2024, 06:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement