Advertisement

Menabung untuk Memanen Air Hujan

Ahmad Djauhar
Senin, 20 November 2023 - 06:47 WIB
Arief Junianto
Menabung untuk Memanen Air Hujan Ahmad Djauhar, Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja - Gambar Harian Jogja - Hengky Kurniawan

Advertisement

Setiap kali musim penghujan tiba, ingatan saya melayang ke masa beberapa tahun silam, ketika pertama kali berkunjung—sekaligus menghadiri penobatan seorang sahabat di masjid, Yosep Tahir Ma’ruf alias Yotama—ke istana Sultan XII Bubohu, Gorontalo. Pak Yo atau Pak Yotama, panggilan akrabnya di kalangan pengurus masjid Darussalam Kota Wisata Bogor, sering bercerita bagaimana asyiknya memanen air hujan.

Di sekitar istananya di Bubohu, dia membangun sejumlah fasilitas yang diberinya nama Teknologi Ecogreen Yotama. Di antara berbagai fasilitas tadi, terdapat sebuah embung cukup besar penampung air yang sekaligus berfungsi sebagai kolam renang gratis bagi sejumlah anak di kampung Bubohu tersebut.

Advertisement

Selain itu, embung tersebut rupanya menjadi andalan warga setempat di saat kemarau panjang, karena mereka dapat mengambil air untuk kebutuhan hidup sehari-hari dari situ pula. Embung itu juga menjadi tempat persinggahan sekawanan burung maupun aneka binatang yang ingin melepas dahaga. Berbagai macam jenis burung singgah di sana, termasuk di antaranya pelikan yang sedang bermigrasi kawasan Autralia ke Asia dan sebaliknya.

Di sekitar masjid tempat kami berkhidmat sehari-hari, di Kawasan Cibubur Raya, Jakarta Timur, Pak Yo tak lupa membangun sarana penabung air pula, meski berukuran mini. Ketika musim kemarau tiba, terbukti bahwa fasilitas penabungan air di lahan amat sempit itu bermanfaat, minimal untuk konsumsi tanaman dan sejumlah satwa di areal tersebut.

Beberapa hari terakhir ini—setidaknya beberapa pekan sejak awal November—banyak tempat di Indonesia sudah memperoleh ‘hadiah’ berupa curahan hujan dalam jumlah cukup signifikan, setelah ‘terpanggang’ kemarau yang cukup panjang. Bahkan, sebelum hujan turun, cukup banyak daerah yang kasatan/kekeringan sumber air.

Kalau saja banyak orang memiliki cukup kesadaran untuk turut menabung air hujan tersebut, sekaligus menjaga lingkungannya, niscaya tidak akan terjadi fenomena dried out alias mengalami kekeringkerontangan. Ada daerah tertentu yang sampai beroleh pemeo yen rendheng ora bisa ndhodhok, yen ketiga ora bisa cewok atau di musim penghujan enggak bisa jongkok (karena kebanjiran), kalau kemarau enggak bisa cebok (karena ketiadaan air).

Menabung air hujan adalah konsep yang bertujuan untuk menjaga kelestarian air tanah, mengurangi potensi banjir, serta mengantisipasi kekeringan di musim kemarau. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menabung air hujan dapat dilakukan dengan membuat sumur resapan sederhana, embung, maupun biopori.

Sumur resapan dapat dibuat dengan mengalirkan air hujan ke dalam bak penampung. Kemudian air dari bak penampung dialirkan ke bak infiltrasi dengan saringan ijuk, kerikil, dan pasir. Maka setelahnya air akan meresap secara perlahan ke dalam tanah. Skema ini dapat menjaga kelestarian air tanah sehingga dapat digunakan berkelanjutan untuk jangka panjang.

Pembuatan biopori merupakan kegiatan yang mudah dilaksanakan, dan hasilnya cukup optimal untuk ikut menjaga ketersediaan air tanah. Langkah pertama tentu saja adalah menentukan lokasi tanah yang akan dijadikan lubang biopori. Perlu dilakukan penyiraman terhadap tanah tersebut, agar menjadi lunak dan mudah untuk dilubangi.

Langkah berikutnya adalah melubangi tanah itu dengan bor biopori atau bor tanah secara tegak lurus. Berikutnya adalah pembuatan lubang sedalam 1 meter dengan diameter 10-30 sentimeter. Akan lebih baik bila lubang tersebut dilapisi terlebih dulu dengan pipa PVC seukuran diameter lubang yang sudah disiapkan.

BACA JUGA: Dua Kapanewon di Kulonprogo Ini Terima Hibah 25 Unit Instalasi Pemanenan Air Hujan

Selanjutnya, dimasukkan sampah organik ke dalam biopori—yang berfungsi sebagai makanan makhluk hidup di dalam tanah, seperti cacing dan akar tumbuhan—lalu menutup lubang tersebut dengan penutup yang telah diberi lubang kecil-kecil. Selain tutup biopori tersebut dapat selalu meneruskan air bila turun hujan, tutup tersebut rekatif aman dilalui orang atau bahkan kendaraan.

Pembuatan biopori juga dimaksudkan agar lebih mudah menyimpan sampah organik, menyuburkan tanah, membantu mencegah terjadinya banjir, dan ikut memperbanyak jumlah serapan air tanah. Karena, akibat masifnya penyedotan air tanah di kawasan perkotaan, dalam jumlah besar hal itu dapat mengancam struktur geologi kawasan padat bangunan.

Gerakan masyarakat

Dengan kian maraknya penetrasi media sosial di kalangan masyarakat, budaya menabung dan memanen air hujan tampaknya juga kian memperoleh perhatian seiring dengan seringnya digaungkan persoalan ketersediaan air tanah ini. Sejumlah komunitas bahkan sampai perlu membuat gerakan massal untuk menabung dan memperkecil run off (pelimpasan) air hujan tersebut.

Komunitas Banyu Bening di Sleman, misalnya, merupakan salah satu gerakan tersebut yang getol mengedukasi masyarakat. Ketua komunitas tersebut, Sri Wahyuningsih, warga Tempursari, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, seperti dikutip Harian Jogja, beberapa waktu lalu, mengungkapkan untuk ikut menjaga sumber daya air, kelompoknya memanfaatkan air hujan yang turun ke bumi Tempursari. Bahkan, komunitas sampai menggelar Kenduri Banyu Udan.

Komunitas Banyu Bening, menurut dia, mengusung konsep lima M. Pertama, menampung air hujan, kedua mengolah dengan cara apapun atau langsung direbus, ketiga meminum air hujan, karena tidak semua orang mau melakukannya, keempat menabung air hujan, dan kelima mandiri dalam hal pemanfaatan air hujan.

Menurut Wahyuningsih, yang mengklaim memiliki jejaring dari Sabang hingga Merauke itu, air hujan sangat layak untuk langsung diminum bila dibandingkan dengan air yang lain. Karena, air hujan mengandung sedikit polutan atau mineral penyertanya. Sebelum menyentuh tanah, menurut dia, klaster molekul dalam air hujan itu sangat sedikit, sehingga mampu masuk dengan mudah masuk ke dalam sel manusia.

Upaya menabung air hujan dan mengelola limpasan (run off) ketika turun hujan perlu dijaga sedemikian rupa, jangan sampai air terbuang begitu saja. Karena itu, perlu diperhatikan berbagai langkah seperti menambahkan tanaman di lingkungan sekitar rumah misalnya dengan menggabungkan penanaman, terutama di area yang menampung limpasan air. Saat air mengalir meresap ke dalam tanah, akar tanaman membantu menyerap dan menyaring polutan. Ketika limpasan meresap ke dalam dan meresap melalui tanah, tanah juga bertindak sebagai filter, menghilangkan beberapa jenis polutan.

Langkah lain adalah melindungi/mempertahankan keberadaan pepohonan. Seperti akar tanaman lainnya, akar pohon membantu menyerap dan menyaring limpasan air. Kanopi pohon juga memperlambat curah hujan dan menyebarkannya ke area yang lebih luas. Upayakan juga untuk dapat semaksimal mungkin menangkap limpasan, dengan cara memasang tong atau tangki air hujan untuk menampung limpasan air hujan dari atap. Gunakan air ini untuk mengairi tanaman kebun.

Selain itu, dapat pula mengalihkan limpasan air dari jalan masuk dengan menggunakan parit dangkal berisi kerikil untuk menampung dan memperlambat limpasan, terutama di dasar lereng atau di sepanjang jalan masuk atau teras. Untuk lereng, pertimbangkan untuk membuat sungai kering untuk menampung, memperlambat, dan mengarahkan limpasan, mungkin ke taman hujan, yang dirancang untuk menangkap dan memperlambat limpasan. Tanaman ini sering ditanam di daerah rendah, di dasar lereng, atau di dekat saluran pembuangan air. Desainnya mencakup lapisan tanah, mulsa, dan tanaman, yang semuanya menyaring air hujan saat meresap ke dalam tanah.

Ahmad Djauhar

Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Sisa Dana Pilkada Sleman Rp35,1 Miliar Belum Dicairkan, Begini Alasan Pemkab

Sleman
| Jum'at, 17 Mei 2024, 12:57 WIB

Advertisement

alt

Keren! Mahalini dan Voice of Baceprot Masuk Penghargaan Orang Berprestasi Forbes

Hiburan
| Kamis, 16 Mei 2024, 22:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement