Advertisement

OPINI: Target Produksi 1 Juta Barel Terancam Mundur?

Didik S Setyadi
Selasa, 02 April 2024 - 06:37 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Target Produksi 1 Juta Barel Terancam Mundur? Didik S Setyadi - JIBI

Advertisement

Ada berita menarik, Amin Nasser CEO Saudi Aramco pada 18 Maret 2024 di Forum CEO Annual Gathering CERAweek Energy di Houston mengatakan: “The energy transition is failing and policymakers should abandon the ‘fantasy’ of phasing out oil and gas, as demand for fossil fuels is expected to continue to grow in the coming years.”

Pernyataan ini cukup mencengangkan banyak pihak yang sedang optimis menggadang energi terbarukan segera menggantikan energi fosil dalam waktu dekat, meskipun bagi kalangan Industri Hulu Migas bukanlah suatu yang baru apalagi aneh.

Advertisement

Kita tinggalkan sejenak pernyataan Naseer tersebut. Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan Energi Terbarukan (APHMET) bekerja sama dengan Komunitas Migas Indonesia (KMI) dan Law Firm Fernandes Partnership pada 8 Maret 2024 di Jakarta, menyelenggarakan Forum Kolaborasi Pengembangan Enhanced Oil Recovery (EOR) dengan tema Aspek Hukum Optimalisasi Produksi Minyak Bumi Melalui Enhanced Oil Recovery (EOR).

Sederhananya EOR adalah teknologi untuk mengangkat minyak di dalam perut Bumi yang tidak mudah diangkat dengan cara alamiah maupun konvensional, sehingga membutuhkan “dorongan” atau “pengikatan” dengan penyuntikan bahan tertentu (nonkimia ataupun senyawa kimia) ke dalam reservoir sehingga bisa terangkat ke permukaan bumi.

Dalam Long Term Planing yang dibuat SKK Migas dan di-endorse oleh pemerintah, penerapan dan pengembangan EOR itu termasuk pilar utama untuk mencapai target produksi satu juta barel minyak per hari di 2030. Dengan kata lain, tanpa ada teknologi EOR yang masif maka target produksi minyak satu juta barel makin mustahil untuk dicapai.

Dalam forum itu terjawab pertanyaan “Berapa sih sesungguhnya cadangan minyak yang ada di bawah wilayah kedaulatan teritorial Indonesia? Menurut Arif Prasetyo dari SKK Migas ada sekitar 76,26 BSTB.

Dari angka 76,26 BSTB tersebut yang telah diangkat sebanyak 25,04 BSTB dan secara teknis yang terjadi selama ini memang tidak mungkin mengangkat semua cadangan minyak tersebut, tetapi berdasarkan prakiraan masih ada sekitar dua miliar barel yang sering disebut sebagai cadangan, yang bisa diproduksikan dengan teknologi yang tersedia saat ini yang secara ekonomis juga layak. Adapun teknologi yang dimaksud adalah teknologi EOR itu.

Namun, kegiatan pengembangan EOR, khususnya dengan teknologi Chemical EOR ini berjalan sangat lamban meskipun sudah bertahun-tahun diperbincangkan. Setelah dikaji ternyata enabler berupa hukum dan kebijakan yang dapat memihak dan melindungi pengembangan Chemical EOR sangat dibutuhkan, sehingga forum tersebut menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang telah dikirimkan kepada Menteri ESDM, Kepala SKK Migas, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), serta tembusan kepada menteri-menteri dan Kapolri dalam kapasitas sebagai Komisi Pengawas.

Rekomendasi
Pertama, adanya cadangan minyak dengan potensi yang sangat besar untuk diangkat dengan Teknologi EOR (khususnya Chemical EOR), maka terdapat urgensi untuk menetapkan proyek-proyek pengembangan EOR yang telah disetujui oleh Pemerintah/SKK Migas sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
Kedua, pembangunan fasilitas produksi/pabrik/manufaktur polymer/surfactant adalah bagian penting dari ekosistem pengembangan EOR, maka akan lebih menguntungkan jika pembangunan fasilitas tersebut dimasukkan dalam skema hulu migas (tidak dengan skema pengadaan barang dan jasa phak ketiga); Ketika pembangunan fasilitas polymer/surfactant masuk ke dalam skema hulu migas dan menjadi Barang Milik Negara maka diperlukan amandemen PSC, baik PSC Cost Recovery maupun Gross Split yang menggambarkan kemudahan pembangunan, hak-hak yang diterima oleh negara, namun tetap menguntungkan kontraktor; pembangunan fasilitas produksi/pabrik/manufaktur sebaiknya melibatkan pihak-pihak yang selama ini telah melakukan uji coba/pilot project memproduksi chemical EOR di Indonesia.

Skema pembiayaan pengembangan EOR dapat menggunakan skema Trustee Borrowing Scheme (TBS) sebagaimana telah diperapkan dalam pembangunan fasilitas produksi LNG. Ketiga, pengembangan EOR akan melalui banyak proses rekayasa, uji coba, penyempurnaan formula, desain dan pekerjaan-pekerjaan intelektual lainnya maka pendaftaran dan perlindungan hak kekayaan intelektual (HAKI)/Intellectual Property Right (IPR) harus disiapkan dan dikerjakan sejak awal, sehingga akan menambah kekayaan negara dari sisi Intangible Asset, sekaligus memacu pengembangan sumber daya manusia untuk berkreasi dan berinovasi.

Keempat, aspek-aspek hukum sebagaimana telah diuraikan di atas perlu dituangkan dalam kebijakan dan produk hukum yang tepat, maka dibutuhkan perancangan peraturan perundang-undangan untuk dijadikan dasar implementasinya, berupa Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, hingga Pedoman Tata Kerja dari SKK Migas.

Rekomendasi ini sangat penting bila ditujukan untuk ketahanan energi nasional dengan mempertimbangkan ketersediaan energi terbarukan sebagai pengganti energi fosil juga belum mampu terproduksi sebanyak yang ditargetkan. Rekomendasi ini juga sejalan dengan apa yang dikatakan Nasser CEO Saudi Aramco sebuah perusahaan dari negara yang sangat kaya raya dengan cadangan migasnya. 

Didik S Setyadi
Staf Pengajar di Petroleum University UP 45 Yogyakarta, Ketua Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan Energi Terbarukan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Prediksi Cuaca Jogja dan Sekitarnya Minggu 19 Mei 2024: DIY Cerah Berawan

Jogja
| Minggu, 19 Mei 2024, 05:57 WIB

Advertisement

alt

Lagu Rohani Kristen Country yang Ngena Banget, Jesus Take the Wheel

Hiburan
| Sabtu, 18 Mei 2024, 23:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement