Opini

OPINI: Big Data dan Kemampuan Deteksi Dini Krisis

Penulis: Marizsa Herlina, Dosen Prodi Statistika Universitas Islam Bandung
Tanggal: 17 Februari 2021 - 06:07 WIB
Pengunjung melakukan transaksi pembayaran berbasis digital dengan pedagang pantai menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Pantai Pandawa, Badung, Bali, Sabtu (11/7/2020). - ANTARA

Semua sektor bisa dibilang kewalahan menghadapi pandemi Covid-19. Menurut Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai pada -2,19% di kuartal IV/2020 lalu. Dampak akibat pembatasan aktivitas masyarakat sangat terlihat di sektor manapun.

Bahkan sektor tranportasi dan pergudangan pertumbuhannya sampai -13,42%. Pendeknya, hampir semua sektor lapangan usaha mengalami penurunan dalam pertumbuhannya, khususnya dari kuartal II/2020.

Hanya ada dua lapangan usaha yang mempunyai tren naik dibandingkan dengan akhir 2019 yaitu sektor informasi sebesar 10,91% dan komunikasi, jasa kesehatan serta kegiatan sosial 16,54% pada kuartal IV. Hal ini merupakan gambaran masyarakat yang berusaha beradaptasi dan bertahan di tengah pandemi.

Pembatasan aktivitas di luar rumah memaksa para pemain industri untuk go digital, memperkuat sistem informasi guna mengkompensasi pergerakan yang terbatas. Pemanfaatan teknologi dipacu agar dapat beradaptasi dengan keadaan.

Selama 9 bulan ini, kita mempelajari pola hidup baru. Digitalisasi menjadi salah satu kunci terpenting pada tahun ini. Ketika masyarakat mulai melakukan aktivitas digital maka data setiap orang akan tercatat.

Aktivitas online mereka bisa terlihat. Contohnya ketika menggunakan aplikasi online meeting. Partisipan dalam pertemuan itu akan terlihat berapa lama seseorang berada di pertemuan tersebut, jam berapa masuk dan lain sebagainya.

Begitu juga dengan data transaksi penjualan, yang tadinya masyarakat masih menggunakan uang kontan untuk bertransaksi, kini mulai beralih secara massal akibat go digital. Menurut data Bank Indonesia, jumlah transaksi online di e-commerce naik nyaris dua kali lipat dari 80 juta pada 2019 menjadi 140 juta pada 2020.

Hal ini adalah bukti nyata dari efek digitalisasi, yaitu semakin banyak data individu yang terhimpun dalam sistem. Data dengan volume sampai jutaan transaksi atau yang biasa disebut dengan big data ini tentunya digunakan oleh para ‘pemilik data’. Contohnya pemain e-commerce untuk melihat pasar mereka dengan mengembangkan bisnis melalui analisis per individu.

Mereka bisa saja memberikan rekomendasi kepada seseorang saat membeli suatu barang, karena sudah dipelajari pola pembelian barang tersebut.

Katakanlah konsumen A ingin membeli sebuah buku B. Dengan analisis big data, perusahaan dapat mengetahui pola pembelian dari konsumen. Misalnya, ratusan ribu pola transaksi yang pernah terjadi adalah buku B biasanya dibeli bersama buku C.

Alhasil, perusahaan bisa saja menawarkan paket dari dua buku tersebut atau menawarkan buku C di halaman yang sama dengan buku B. Dengan demikian konsumen A juga akan melihat dan kemungkinan besar tertarik untuk menambahkan pembelian buku C tersebut.

Apakah big data hanya bisa digunakan oleh perusahaan saja? Tentu tidak. Big data berfungsi layaknya data biasa yang bisa dimanfaatkan di sektor manapun untuk pengambilan keputusan. Contohnya, salah satu big data level transaksi di pemerintahan saat ini dimiliki oleh Bank Indonesia (BI).

Selain transaksi bank, kini bank sentral juga mempunyai data transaksi QRIS sebagai alat pembayaran dengan menggunakan QR code yang bisa dimiliki oleh setiap individu asalkan mereka terdaftar di Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telah bekerjasama.

Data transaksi QRIS ini sebenarnya bisa dipakai untuk meneliti pola transaksi dari masyarakat. Pola transaksi UMKM dan individu bisa dikaji dari big data tersebut dan kita bisa melihat pola transaksi sebelum dan sesudah pandemi terjadi.

Dari setiap kebijakan BI, bisa terlihat apakah sesungguhnya kebijakan yang diterapkan sudah memenuhi tujuan atau belum dari pola transaksi yang terjadi, seperti apakah transaksi naik signifikan dalam volumenya. Seberapa besar, berpengaruh atau tidak? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan melihat pola transaksi di QRIS.

Begitu pula dalam mengantisipasi berbagai macam jenis krisis. Banyak bank sentral di dunia, termasuk BI kini memakai data transaksi antarbank untuk mempelajari pola transaksi, sehingga pada saat krisis terjadi, mereka sudah mulai mengetahuinya dari pola-pola transaksi bank.

Analisis yang digunakan untuk melihat pola transaksi ini salah satunya adalah network analysis. Pada network analysis, kita mempelajari karakteristik dari keterhubungan/jaringan antar individu. Selanjutnya menganalisis karakteristik dari pola hubungan dan biasanya dikaitkan dengan event tertentu yang jadi fokus, salah satunya adalah krisis.

Network analysis tidak hanya dipakai dalam perbankan, karena digunakan juga untuk melihat hubungan antar user di sosial media. Bermodal ini, kita bisa melihat siapa pemain utama dalama penyebar berita hoax, misalnya. Dapat pula digunakan untuk early warning maupun deteksi bencana di suatu lokasi secara realtime.

Bila big data ini dimanfaatkan dengan baik, hasilnya akan sangat membantu para pemangku kebijakan untuk menghasilkan kebijakan yang tepat sasaran. Dengan demikian sudah saatnya pemerintah mulai serius mendayagunakan big data untuk menelurkan kebijakan yang komprehensif.

Dengan merancang strategi kebijakan berdasarkan data yang faktual, harapannya krisis bisa diantisipasi sedini mungkin dan masyarakat juga jauh lebih siap menghadapinya. Akhirnya dampak masif sebuah krisis juga dapat dihindari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Berita Terkait

OPINI: Harmonisasi Organisasi, Belajar dari Kisah Munki & Trunk
OPINI: Mengatur Keuangan di Masa Lebaran
OPINI: Catatan Pendek Warisan Dunia Sumbu Filosofi Yogyakarta
Menghadapi Pertanyaan Stigmatif Saat Lebaran

Video Terbaru

Berita Lainnya

  1. Gelapkan Uang & Terlibat Pencucian Uang, Dosen Nuklir UGM Diburu Polda Jatim
  2. Tak Dibagikan ke Warga Miskin, Oknum Kadus di Situbondo Malah Jual Beras Bansos
  3. Bahaya Asap Rokok 20 Kali Tingkatkan Risiko Kanker Paru
  4. Para Pemain Cadangan Pelita Jaya Jakarta Benamkan Bima Perkasa Jogja 101-67

Berita Terbaru Lainnya

OPINI: Harmonisasi Organisasi, Belajar dari Kisah Munki & Trunk
OPINI: Mengatur Keuangan di Masa Lebaran
OPINI: Catatan Pendek Warisan Dunia Sumbu Filosofi Yogyakarta
Menghadapi Pertanyaan Stigmatif Saat Lebaran
Mengatur Keuangan Di Masa Lebaran Agar Saldo Tak Berakhir 0
OPINI: Merawat Persatuan dengan Pemaafan
OPINI: Tetap Happy Tanpa Drama Menghadapi Pertanyaan Stigmatif saat Lebaran
OPINI: Emas, Sang Primadona Investasi
HIKMAH RAMADAN: Idulfitri: Menjaga Kemenangan dalam Takwa
OPINI: Pengetatan Moneter dan Fiskal