Guru Besar UII: Strategi Dekarbonisasi Bangunan Bisa Atasi Krisis Energi

Harianjogja.com, JOGJA—Dosen Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII, Sugini menjadi sedikit perempuan yang berhasil meraih predikat tertinggi akademi sebagai guru besar. Profesor Sugini bahkan menjadi perempuan pertama bergelar profesor di fakultasnya.

Sugini dikukuhkan menjadi guru besar arsitektur dalam rapat senat terbuka UII di Auditorium kampus setempat, Jumat (19/5/2023). Akan tetapi karena sakit sehingga tidak bisa hadir dan pidato pengukuhan diwakilkan kepada Ketua Jurusan Arsitektur Profesor Idham Cholid.

Dalam pidatonya Sugini mengungkap konsep dekarbonisasi pada bangunan yang prinsipnya meminimalisasi kebutuhan energi pada setiap bangunan atau lebih ramah lingkungan. Menurutnya konsep ini menjadi salah satu solusi ketika terjadi krisis energi.

“Ada dua sisi dalam penyelesaian krisis energi. Pertama sisi permintaan dan ke dua adalah sisi pasokan. Dalam hal ini, bangunan berpotensi dalam penyelesaian dua sisi tersebut. Pada sisi permintaan maka penyelesaian dilakukan dengan cara memberikan mandat kepada bangunan untuk menekan konsumsi energi,” kata Sugini sebagaimana rilis yang dikirim Humas UII.

Adapun pada sisi pasokan, penyelesaian dilakukan dengan cara memberi mandat bangunan untuk dapat menjadi penyedia energi, minimal untuk sebagian kebutuhannya, atau seluruhnya dan bahkan dapat menjadi pemasok energi bagi lingkungan. Namun Sugini lebih fokus pada penciptaan strategi desain bangunan untuk menekan konsumsi energi.

Pada tahap operasional bangunan, dekarbonisasi atau penghematan energi dapat dicapai dengan berbagai keputusan desain seperti memperkecil area lantai per orang, efisiensi energi pada selubung bangunan. Kemudian efisiensi energi pada peralatan terpasang seperti lampu, AC dan perlengkapan dapur serta plug-in, termasuk massa dan posisi pada site serta dikombinasikan dengan sumber energi hibrida yang terbarukan.

“Ada tiga strategi desain untuk merespon iklim yang relevan untuk ditranformasikan sebagai strategi mencapai kinerja dekarbonisasi. Yaitu, strategi perencanaan dasar [level 1], strategi pasif [level 2] dan strategi aktif [level 3],” ujarnya.

Strategi perencanaan dasar dapat menjawab problem desain generik dengan tututan kinerja yang dihadapi pada level dasar. Strategi perancangan pasif level 2 dipilih bila ingin tetap berbasis pada sumber daya alamiah namun tekanan lingkungan yang dihadapi dan kinerja yang harus dicapai cukup tinggi. Pada level 2 ini diperlukan usaha rekayasa desain lanjut. Pada stategi aktif level 3, desain melibatkan usaha mekanis artifisial karena tekanan lingkungan yang tinggi dan atau karena tuntutan kepresisian dalam pencapaian kinerja.

Selain Sugini, dalam kesempatan yang sama juga dikukuhkan Widodo Brontowiyono sebagai guru besar FTSP UII yang menyampaikan pidato bertajuk Ekospiritualisme, Ekomultikulturalisme dan Pencapaian SDGs di Indonesia. Widodo menyorot kemajuan teknologi, berbagai persoalan lingkungan, yang paling mutakhir adalah pemanasan global dan perubahan iklim.  Di mana sebagian data menunjukkan saat pandemi Covid 19 aktivitas manusia dan penggunaan teknologi berkurang drastris, justru kondisi kualitas udara di Kawasan Perkotaan Jogja mengalami perbaikan dibandingkan sebelumnya.

“Makan pencapaian SDGs tidak bisa hanya mengandalkan IPTEK. IPTEK adalah produk manusia, sedangkan degradasi dan bencana lingkungan juga dominan akibat ulah manusia. Untuk itu perlu sentuhan fundamental guna menyadarkan dan menuntuk manusia dalam mengembangkan dan menerapkan IPTEK lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif sekaligus berkontribusi positif bagi pencapaian SDGs,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News