Advertisement

Di Sragen Banyak Sarjana Jadi Pengangguran, Ini Datanya

Galih Aprilia Wibowo
Sabtu, 13 Januari 2024 - 21:47 WIB
Sunartono
Di Sragen Banyak Sarjana Jadi Pengangguran, Ini Datanya Ilustrasi wisuda mahasiswa. (Reuters - Fabian Bimmer)

Advertisement

Harianjogja.com, SRAGEN—Sudah tujuh bulan Nur Diyah resmi lulus dari salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Solo. Selama itu juga Nur dengan giat mengirimkan surat lamaran ke beberapa perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan.

Warga Kelurahan Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Sragen ini belum mendapatkan pekerjaan sesuai keinginannya. Bahkan, undangan panggilan wawancara tak juga mampir.

Advertisement

Ditambah lagi, awal Januari 2024 lalu dia harus menelan kecewa setelah gagal lolos seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Tak berkecil hati, ia lantas melamar ke perusahaan swasta di wilayah Sragen dan Solo.

BACA JUGA : Banyak Pengangguran Terdidik di Jogja

“Banyak daftar lewat Jobstreet, cari-cari di kerja di sekitar Solo aja, di persyaratan lumayan ada yang gajinya Rp2,5 juta,” terang dia Saat ditemui JIBI/Solopos, Jumat (12/1/2024).

Dia mengaku tidak masalah bekerja di Bumi Sukowati, sebutan Sragen, dengan upah minimum kota/kabupaten (UMK) yang hanya naik 4,03% menjadi Rp2.049.000. Toh, dia masih tinggal bersama orang tuanya. Paling tidak gaji yang bakal dia terima tidak terpotong ongkos tempat tinggal.

Berbekal pengalaman magang dan berorganisasi selama kuliah, Nur masih percaya diri bersaing dengan pencari kerja lain. Ketika tak kunjung mendapatkan pekerjaan, dia berencana ingin mengikuti pendidikan profesi advokat beberapa tahun lagi.

Lulusan sarjana di Sragen sulit mencari pekerjaan dibandingkan lulusan pendidikan di bawahnya. Lapangan pekerjaan lebih banyak tersedia bagi tenaga kerja lulusan SMP sederajat.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Sragen, Agus Winarno, mengakui lapangan pekerjaan untuk lulusan S1 relatif terbatas.

Pengamat pendidikan, Darmaningtyas, menyebut tidak perlu heran jika lulusan S1 berkontribusi besar terhadap banyaknya pengangguran.

“Sebetulnya tidak perlu heran. Ini kalau kita mau melihat persoalan secara jernih. S1 kita itu kan beragam, termasuk S1 bidang keagamaan dan sosial humaniora,” ujarnya saat dihubungi Solopos.com, Kamis (11/1/2024).

Darmaningtyas menyebut lulusan S1 bidang keagamaan dan sosial humaniora mayoritas bekerja menjadi tenaga pengajar, baik itu guru atau dosen. Namun keterbatasan tempat mengajar ini menjadi persoalan.

Akhirnya, banyak lulusan S1 bekerja di sektor yang tak sesuai latar belakangan pendidikannya asalkan bisa bekerja. “Tapi kalau dilihat dari kompetensinya, tempat pekerjaan itu bukan tempat pekerjaan yang memerlukan kompetensi S1,” tambah dia.

Faktor lainnya, sambung Darmaningtyas, orientasi pendidikan Indonesia sejak dulu adalah menyiapkan tenaga kantor atau korporasi yang ujungnya ingin jadi PNS. Sedangkan formasi PNS juga terbatas.

Oleh sebab itu, menurutnya jika berharap pendidikan tinggi tidak melahirkan pengangguran harus memperbanyak program studi (prodi) sains dan teknologi.

“Kurangi prodi sosial humaniora dan keagamaan dan kembangkan sistem ekonomi yang lebih mendukung pemanfaatan sains dan teknologi,” ujar Darmaningtyas.

Berita resmi statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen bertajuk Keadaan Ketenagakerjaan di Kabupaten Sragen Agustus 2023, tercatat 58,12% penduduk Sragen yang bekerja didominasi oleh penduduk tamatan SMP ke bawah.

Jika dilihat dari tingkat pendidikan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat untuk lulusan SMK sederajat dibandingkan tingkat pendidikan lain sebesar 7,79%. Disusul TPT berikutnya ditemukan pada penduduk berpendidikan S1 sederajat sebesar 6,85%, selanjutnya SMA sederajat sebesar 6,03%.

Pendudukan lulusan SMP ke bawah justru lebih banyak bekerja atau memiliki tingkat pengangguran terendah. Misalnya TPT lulusan SD sederajat sebesar 0,63% dan TPT lulusan SMP sebesar 3,37%.

Jumlah angkatan kerja di  Sragen pada Agustus 2023 sebanyak 542.178 orang, atau bertambah 48.559 orang dibandingkan Agustus 2022.

BACA JUGA : Pengangguran di Gunungkidul Diklaim Paling Rendah di DIY

Dari 100 penduduk usia kerja, terdapat sekitar 68-69 orang termasuk angkatan kerja/aktif di pasar kerja (bekerja dan pengangguran) penduduk bekerja tercatat sebanyak 521.215 orang. Sebanyak 32,24% penduduk bekerja didominasi oleh buruh/karyawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Solopos

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Jadwal Terbaru! KRL Jogja-Solo Minggu 28 April 2024, Berangkat dari Stasiun Tugu dan Lempuyangan

Jogja
| Minggu, 28 April 2024, 00:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement