Advertisement

Mencicipi Roti Kembang Waru, Kuliner Khas Kotagede Peninggalan Kerajaan Mataram Islam

Lajeng Padmaratri
Selasa, 10 Oktober 2023 - 08:07 WIB
Lajeng Padmaratri
Mencicipi Roti Kembang Waru, Kuliner Khas Kotagede Peninggalan Kerajaan Mataram Islam Pak Bas menunjukkan roti kembang waru buatannya. Roti kembang waru merupakan kuliner tradisional khas Kotagede. - Harian Jogja/Lajeng Padmaratri

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Jika berkunjung ke Kotagede, jangan lupa sempatkan mencicipi roti kembang waru. Bukan sembarang jajanan, rupanya roti ini memiliki sejarah yang panjang.

Sekilas, kuliner tradisional berwarna coklat ini punya bentuk unik. Serupa namanya, roti ini berbentuk bunga dengan kelopak delapan sisi.

Advertisement

Kue jadul ini rasanya manis, karena terbuat dari adonan campuran tepung terigu, gula, telur ayam, dan vanili. Bahan-bahan tersebut dicampur, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk bunga waru yang sudah diolesi mentega, lalu dipanggang.

BACA JUGA: Kuliner Jogja, Menyantap Udon di Pasar Tradisional

Meski dianggap sebagai jajanan jadul, roti kembang waru saat ini masih terbilang mudah ditemukan di pasar dan sejumlah penjaja jajanan di Kotagede. Hal itu tak terlepas dari para produsen atau pengrajin roti kembang waru yang masih melestarikan kue tradisional itu hingga kini.

Di balik bentuknya yang unik, rupanya roti kembang waru ini rupanya bukan jajanan biasa. Kue yang saat ini sering dijadikan oleh-oleh khas Kotagede itu ternyata salah satu peninggalan kerajaan.

Salah satu produsen roti kembang waru, Basuki Basis Hargito, menuturkan bahwa roti kembang waru merupakan warisan Kerajaan Mataram Islam.

“Di sini banyak yang membuat roti kembang waru, karena roti ini kan peninggalan zaman Kerajaan Mataram Islam di Kotagede. Bilamana ada [acara] kraton, mesti ada roti kembang waru, karena dulu belum banyak makanan seperti sekarang,” ujar pria yang akrab disapa Pak Bas itu ketika ditemui di rumah produksinya pada pekan lalu.

BACA JUGA: 4 Rekomendasi Kuliner Legendaris Khas Malioboro di Teras Malioboro 1

Ia berkisah, dulu di sekitar kerajaan masih dipenuhi pepohonan, seperti pohon talok, gayam, beringin, serta pohon waru. Orang zaman dulu kemudian terinspirasi membuat roti berbentuk kembang waru karena dianggap mudah ditiru bentuknya.

Menurut Pak Bas, roti kembang waru punya filosofi tersendiri dari bentuk delapan kelopaknya. Kedelapan sisi kelopak itu bisa dimaknai sebagai delapan laku seorang pemimpin, yang dimanifestasikan sebagai delapan elemen unsur alam, yakni tanah, air, angin, api, matahari, bulan, bintang, dan langit.

“Kalau dalam istilah Jawa disebut hasto broto, delapan kemuliaan. Manusia yang bisa memiliki delapan sifat tersebut bisa menjadi pemimpin yang mulia,” ujarnya.

Bersama sang istri yaitu Bu Gidah, pria yang sudah berusia 80 tahun itu telah membuat roti kembang waru sejak tahun 1983. Hingga saat ini, ia masih menggunakan tungku arang tradisional untuk memanggang roti kembang waru.

Suami-istri itu setiap hari memproduksi ratusan pesanan roti kembang waru. Pembeli yang berminat dengan roti buatannya bisa langsung mengunjungi rumah produksinya di Purbayan, Kotagede. Sepotong roti kembang waru Pak Bas dijual murah-meriah seharga Rp2.300 saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal KRL Solo Jogja Jumat 3 Mei 2024, Berangkat dari Stasiun Palur Solo

Jogja
| Jum'at, 03 Mei 2024, 02:37 WIB

Advertisement

alt

Gula Menyebabkan Jerawat? Berikut Penjelasan para Ahli

Lifestyle
| Kamis, 02 Mei 2024, 08:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement