Advertisement

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Media Digital
Senin, 25 Maret 2024 - 20:47 WIB
Maya Herawati
Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII Pendopo Agung Royal Ambarrukmo - ist - Royal Ambarrukmo Yogyakarta

Advertisement

SLEMAN—Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, bangunan bersejarah ini terletak di sayap kanan bangunan utama hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Laksda Adisucipto No. 81 Yogyakarta dan diapit oleh Plaza Ambarrukmo.

Royal Ambarrukmo Yogyakarta sendiri adalah sebuah hotel yang pembangunannya diprakarsai  oleh  Presiden  Republik  Indonesia  pertama,  Ir.  Soekarno  dan  Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1965. “Kedua bangunan ini sekarang sudah merupakan sebuah cagar budaya,” kata Egha Almira Aurellia Public Relations Officer Royal Ambarrukmo Yogyakarta dalam keterangan tertulis, Senin (25/3/2024).

Advertisement

Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo dahulu dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono V dan diselesaikan oleh Sultan Hamengku Buwono VII pada tahun 1897. Beliau sempat dijuluki “Sultan Sugih” karena kekayaannya dari hasil pendapatan pabrik-pabrik dan perkebunan yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono VII.

Adalah Kanjeng Gusti Pangeran Harya Adipati Mangkubumi yang memberikan nama Ambarrukmo, beliau adalah adik laki–laki dari Sri Sultan Hamengku Buwana VII. Ambarrukmo yang pada mulanya dibangun hanya berfungsi tempat mesanggrah atau tempat peristirahatan dan singgah Sultan dan sebagai tempat penyambutan tamu–tamu penting Kraton sebelum menuju Kraton, kemudian hingga akhirnya beralih fungsi menjadi sebuah tempat tinggal raja atau sultan.

Pada 27 Oktober 1920, Sri Sultan Hamengku Buwono VII mengajukan untuk lereh keprabon atau berhenti menjabat sebagai Sultan. Setelah resmi tidak menjabat, beliau kemudian menetap dan tinggal di Pesanggrahan Ambarrukmo, dengan demikian maka berubah pula fungsi Pendopo Agung Ambarrukmo, yang awalnya Pesanggrahan menjadi Kedhaton Ambarrukmo. Mengingat yang menempati kawasan Ambarrukmo adalah Sri Sultan Hamengku Buwana VII, sekalipun beliau sudah tidak lagi menjabat sebagai Sultan, namun secara protokoler tetap menggunakan protokoler Kraton pada saat itu, baik protokoler keprajuritan maupun protokoler bentuk arsitektur bangunannya.

Dengan menaiki kereta Kencana Kiai Garuda Yaksa, perjalanan beliau dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju Kedhaton Ambarrukmo ditandai dengan 19 kali tembakan meriam dan disertai iringan arak-arakan dari warga Jogja. Setelah pindah dan mendiami Kedhaton Ambarrukmo, keseharian beliau dihabiskan di tempat ini, hingga Sri Sultan Hamengku Buwono VII wafat di Kedhaton Ambarrukmo dan dimakamkan di Makam Raja-raja Mataram, Pajimatan Imogiri.

Tidak hanya dikenal sebagai bangunan yang kaya akan nilai sejarah, setiap bentuk, struktur, dan ornamen di Pendopo Agung Ambarrukmo memiliki makna dan filosofi masing-masing. Seperti hiasan yang bernama Putri Mirong di pilar penyangga Pendopo yang menandakan kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan serta sebagai visualisasi kehadiran sosok Ratu Pantai Selatan atau yang biasa dikenal dengan sebutan Kanjeng Ratu Kidul. Hiasan Ceplok Melati atau Wajikan yang terdapat di langit-langit Pendopo juga menyimbolkan sifat kejujuran.

Kini Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo yang juga merupakan kesatuan dari Pesanggrahan Kedhaton Ambarrukmo telah menjadi bagian salah satu cagar budaya dan terbuka untuk umum serta menjadi salah satu pilar pelestari Kebudayaan terutama Kebudayaan Jawa khususnya Yogyakarta. Selain menjadi saksi bisu sejarah dengan bentuk bangunan beserta instrumen arsitektur Jawa bergaya Kraton Kasultanan Yogyakarta.

Sekarang ini komplek Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo menjadi sebuah museum yang terbuka untuk umum. Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo juga sudah dilengkapi dengan gamelan dan wayang. Gamelan bernama Kiai Yasa Arum memiliki warna dominan hijau tua dengan ukiran-ukiran yang sama dengan ornamen yang ada di Pendopo.

Koleksi Wayang

Selain Gamelan, keberadaan Wayang di Pesanggrahan Kedhaton Ambarrukmo juga melengkapi koleksi warisan budaya satu set wayang lengkap gaya klasik Yogyakarta dengan ragam tokoh–tokoh Wayang dari cerita Mahabharata. Tidak hanya itu, yang dinilai istimewa adalah terdapat pula wayang tokoh Sri Sultan Hamengku Buwono VII, yang disebut Wayang Kaping Piton, hal ini adalah simbol yang mencerminkan sifat memuliakan atau menghormati beliau (Sri Sultan Hamengku Buwana VII) sebagai sosok yang identik dengan keberadaan Pesanggrahan Kedhaton Ambarrukmo dan Wayang Kaping Piton adalah Wayang yang merupakan satu- satunya di Yogyakarta.

Royal Ambarrukmo Yogyakarta yang kini dipercayai untuk mengelola Pendopo ini, juga turut menghidupkan kembali suasana Pendopo dengan mengadakan kegiatan yang dikemas dalam bentuk Pendopo Activity, yaitu kegiatan-kegiatan kesenian seperti tari kreasi jawa, suling bambu, siteran, jemparingan, macapat dan kelas biola yang diadakan di kompleks Pesanggrahan khususnya Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo.

Fungsi lain dari keberadaan Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo saat ini adalah sebagai sentral penyebaran kebudayaan dan museum Sultan Hamengku Buwono VII. Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo juga difungsikan untuk kegiatan social function masyarakat luas seperti gathering, meeting semi-outdoor, wedding dan pentas-pentas kebudayaan lainnya.

Sejarah Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo  dari Tahun ke Tahun

1792
Pada zaman pemerintahan Sultan HB II, Ambarrukmo dikenal sebagai kebun Kerajaan bernama “Jenu.”

1869
“Jenu” berubah menjadi Pesanggrahan “Harja Purna” dan dilakukan renovasi Pada bagian utama yaitu Pendopo.

1897
Pesanggrahan “Harja Purna” berganti nama menjadi “Kedhaton Ambarrukmo”

1921
Sultan HB VII turun takhta dan tinggal di Kedhaton Ambarrukmo.

1921
Sultan HB VII wafat di Kedhaton Ambarrukmo dan Sultan HB VIII naik takhta.

1922
Gusti Kanjeng Ratu Kencono II, istri dari Sultan HB VII masih menempati Kedhaton Ambarrukmo.
1941
Sultan HB VIII meninggal dunia.

1942
HB IX naik takhta. Di masa pemerintahan beliau, Kedhaton Ambarrukmo lebih banyak dimanfaatkan sebagai kepentingan publik.

1945
Kedaton Ammbarrukmo diduduki Belanda dan dijadikan markas tentara.

1949
Belanda meninggalkan Yogyakarta dan difungsikan sebagai perumahan sementara bagi para pegawai. kantor pos.

1950
Kedaton Ambarrukmo menjadi tempat Pendidikan Kepolisian Republik Indonesia.  (***)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Joko Pinurbo Berpulang, Okky Madasari : Karyanya Akan Selalu Relevan

Bantul
| Sabtu, 27 April 2024, 15:37 WIB

Advertisement

alt

Waspada! Perempuan Lebih Berisiko Terkena Diabetes Dibandingkan Laki-Laki

Lifestyle
| Sabtu, 27 April 2024, 15:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement